AKHIR PEKANBeritaSASTRA

Rumah Itu, Rumah Opium

Tetapi papa Anda menyebarkan cerita-cerita bohong sehingga keluarga A kong menjadi korban pemerasan penguasa. Belum lagi soal 65 yang dituduhkan keluarga Anda kepada keluarga kami hingga membuat keluarga kami pergi meninggalkan tempat ini, bisnis keluarga yang susah payah dibangun dan terutama nama baik, hancur luluh lantak. Hanya karena A kong saya mengetahui papa Anda pengedar opium.”

”Kau?”

”Iya, saya cucu tunggalnya. Tetapi lupakanlah. Itu masa lalu. Kita kembali soal opium tadi. Mungkin cucu Anda mengetahui kalau di dalam rumah itu tersimpan opium, lalu menjualnya,” bisikku sambil mendekat padanya. Orang itu terperanjat, matanya menghunus tepat di jantungku.

”Apa maksudmu? Kalaupun barang itu masih ada, pasti sudah hancur.” Aku tersenyum sambil mengisap cangklong.

”Anda menuduh cucu saya penjual barang setan? Hati-hati Anda punya mulut.”

”Tahun ini tahun macan air. Saya rasa Anda tahu bahwa shio Anda termasuk salah satu shio ciong tahun ini.”

”Sekarang saya benar-benar bisa mengingat siapa Anda,” katanya sedikit bergetar. Aku tersenyum.

”Terima kasih sudah bisa mengingat saya.”

”Sekarang menjauhlah dari saya. Dan jangan bicara-bicara lagi,” perintahnya.

”Tentu. Karena saya sudah mengatakan apa yang ingin saya katakan sejak lama. Dan yang terakhir, saya ingin memberi tahu Anda bahwa cucu Anda telah melanjutkan bisnis leluhurnya: mengedarkan opium.”

”Jangan berbicara dusta! Sudah tak ada opium di rumah kami.” Aku balas memandangnya lalu mengelebat wajah papa, wajah mama, lalu A kong dan A ma.

”Keluarga besar Anda selalu terlibat bisnis berbahaya sejak dari leluhur,” tandasku.

”Anda harus menunjukkan bukti kalau cucu saya penjual barang setan itu!” dia berkilah.

”Tentu saja.”

”Di mana?” desaknya.

”Di metaverse.”

”Daerah mana itu?” dia bertanya agak kaget atau bingung, entahlah tak terlalu jelas batasnya.

”Anda tak akan pernah tahu, Anda tak akan pernah pergi ke sana,” balasku tersenyum, lalu pergi meninggalkannya. Ada bongkah terlepas dari dalam dada. Yah! Pertarungan sesungguhnya ada di zaman ini. Bukan pada zaman papa dan mama mengelola pabrik batik, bisik hatiku. (*)

INDAH DARMASTUTI

Tinggal di Solo. Menulis prosa dan cerita anak. Buku terakhirnya kumpulan cerita pendek Pengukur Bobot Dosa (Marjin Kiri, 2021). Pendiri Difalitera –sastra suara untuk difabel netra– dan merintis Teras Baca, komunitas baca yang beranggota difabel netra. (Dikutip dari JawaPos.com/tur)

Laman sebelumnya 1 2 3

Related Articles

Back to top button