AKHIR PEKANBeritaSAJAK

Warga Negara

semilir wangi dupa di depan sesusun pigura tua

kini beling anyir bercecer darah:

menyekanya perlu segenerasi,

atau bergerobak-gerobak demi sambung

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

serak berantak tangga, putus dari loteng.

gembok selot patah takkan tumbuh,

genggam beras terhambur takkan berganti,

jumud tersungkur memeluk bumi pertiwi:

selayang pandang swasembada hijau

tatkala sebelah sepatumu

menginjak belahan nyawa kami

di lembar lecek kartu hijau.

xiaomei melarung selipat perahu di selokan,

’’kapan tabo jemput kita?”

kukepang rambutnya sambil menggumun tanya:

ke manakah perahu pulang

jika di sini

seharusnya rumah?

Jakarta, Juni 2020–April 2021

Jantung Negara

Lumpur menyemprot,

semprot serapah dan knalpot

bau karat angkot deru menjemput:

tepuk sebelah kini bersambut.

Petrikor hanya romantis dalam novel,

tidak di kecamatan kita. yang

kita hadapi sekarang

kepulauan jejas kapang

dan karat kerja keras tiada ujung:

bahaya terlekas menyengat dari sudut rumah.

Tudung bertadah cucur air mata tembok,

pancang demi pancang pengkor

dalam nama gubernur:

semalam siaga berapa?

Bergumun-bergumul,

terpekak belasah terlebat dalam

sejarah, kita berharap

larut

dalam air

dan pergi jauh dengannya.

Jakarta, 3 Maret 2022

Aset Bangsa

pitamnya bukan untuk

kautampi.

ingin tampil itu biasa,

tapi alah kadang tak bisa-bisa:

pilek pun bisa jadi pelik.

pitamnya naik, mendelik:

’’ini delik aduan, bodoh!”

kawan-kawan unggulmu

tak beradu, tak mengadu

tetap kaugulung-gulung,

gulung lidahmu berkilah,

’’nawaitu… nah ya itu!”

ketika pitamnya membalakmu

hangus,

gugus pita depan rumahmu:

betapa bulus

karangan itu.

Alah mendelik, pelik bersiasat:

’’suatu saat akan kualat.”

Jakarta, 31 Maret 2022

Belajar Memasak

semua dapur bermula dari satu

resep, semua orang

bisa, tak perlu belajar:

menjadi gagal.

pada mulanya semua pengungkep ayam

semua pengecah sayur

adalah ayam sayur.

di atasnyalah bawang merah meringis terkelupas,

panji bawang putih terkibar,

tetes gurih tempias dari para mata

yang bukan bendera.

telur retak,

tepi-tepi hangus kerak:

dinding tercengkeram lengket dan amis

serupa mimpi buruk yang teraduk.

oh kuping,

keluarlah dari dinding,

kujamu kau hingga kau jamur.

kaku ekor bawal

bekas mengipas panas osengan.

minyak angkara neraka melencit

buih-buih merajam, lepuh

terhampar, tersampar.

dapur berkepul, belum

tentu makmur.

kadang itu

kebakaran

atau wangi

melati yang kadung bawang.

Jakarta, 21 Maret 2022

TRISKAIDEKAMAN

Tinggal di Jakarta, sesekali menulis. Karya-karyanya terpilih sebagai nominasi Buku Sastra Pilihan Tempo pada 2018, 2019, 2020, dan 2021. (Dikutip dari JawaPos.com/tur)

Related Articles

Back to top button