Akhir Juli Kalteng Masuk Puncak Musim Kemarau
PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Tjikik Riwut Kota Palangka Raya Renianata melaporkan, sebagian besar wilayah Kalteng saat ini tengah memasuki musim kemarau.
Sedangkan untuk wilayah lainnya telah memasuki masa peralihan musim kemarau, seperti wilayah bagian barat dan sebagian bagian timur Kalteng, yaitu Sukamara, Lamandau, Kobar, Seruyan, Kotim, Katingan, Barito Utara bagian tengah dan timur, Barito Selatan bagian timur laut.
“Di mana kita ketahui, pada masa peralihan sering terjadi perubahan cuaca yang tidak menentu/cuaca ekstrim, dan di perkirakan sekitar akhir bulan Juli 2021, sudah memasuki musim kemarau. Namun, perlu di ketahui saat musim kemarau bukan berarti tidak hujan. Hujan tetap ada, hanya intensitasnya yang berkurang bila di bandingkan normalnya,” jelas Renianata kepada Kalteng.co, Senin (19/7/2021).
Posisi Matahari saat ini lanjutnya menjelaskan, memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi (aphelion). Kendati demikian, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan.
“Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia,” terangnya.
Fenomena suhu udara dingin lanjut Renianata menerangkan, sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau yakni Juli-September.
Bahkan saat ini wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin.
Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia, menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau di kenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.
Angin monsun Australia memiliki suhu permukaan laut relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.
Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari.
Renianata mengimbau bagi masyarakat wilayah Kabupaten Sukamara, Lamandau, Kobar, Seruyan, Kotim, Katingan, Barito Utara bagian tengah dan timur, dan Barito Selatan bagian timur laut tetap waspada potensi hujan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai petir/kilat dan angin kencang serta tetap berhati-hati terhadap dampak bencana yang ditimbulkan seperti banjir, genangan air, tanah longsor, angin kencang, kilat/petir dan pohon tumbang.
“Sedangkan untuk wilayah lainnya diimbau tetap mewaspadai potensi kemudahan Karhutla dengan tidak melakukan pembersihan lahan dengan cara di bakar, guna mengurangi dampak akibat bencana tersebut,”tutupnya. (pra)