JAKARTA, kalteng.co – Bahaya rokok bagi anak tak hanya ketika mereka mencicipinya. Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) memaparkan konsumsi rokok merenggut hak-hak anak menjadi tidak dapat bertumbuh kembang secara optimal. Hasil studi PKJS-UI pada tahun 2018 menunjukkan anak-anak dari orang tua perokok kronis memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan rata-rata lebih rendah 0,34 cm.
Pemerintah tengah menurunkan stunting. Harusnya hasil riset PKJS-UI bisa dipakai sebagai salah satu acuan. Terganggunya tumbuh kembang anak karena rokok sudah dipaparkan PKJS UI. Dampak kejadian stunting tersebut juga berpengaruh terhadap intelegensi anak.
”Perilaku merokok menimbulkan pergeseran konsumsi,” kata Ketua PKJS-UI Aryana Satrya kemarin (27/7). Dia menjabarkan uang yang dapat dibelikan makanan digunakan untuk membeli rokok oleh masyarakat miskin. Sehingga nutrisi tidak tercukupi dan akhirnya menimbulkan stunting pada anak.
Dia menegaskan bahwa pemerintah harusnya berani menaikan harga rokok. Setidaknya untuk tahun 2021. Seperti pertimbangan yang tertulis dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan RI tahun 2020-2024. Hal ini bertujuan selain menjauhkan anak dari keterjangkauan rokok. Selain itu juga agar kantong belanja keluarga menjadi lebih sehat. ”Survei yang dilakukan oleh PKJS-UI pada tahun 2018 terhadap 1.000 responden memperlihatkan bahwa 88 persen responden mendukung kenaikan harga rokok agar anak-anak tidak membeli rokok,” ucapnya.
Selain itu Aryana juga mendorong agar pelarangan penjualan rokok ketengan. Bahkan jika yang membeli anak maka dilarang untuk membeli. Jika dilihat dari data, angka perokok anak meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan angka perokok pada kelompok usia 10-18 tahun meningkat. Pada 2013 hanya 7,2 persen anak saja yang merokok. Namun pada survei 2018 jumlahnya naik menjadi 9,1 persen. Angka ini jauh dari target RPJMN di 2019 yang menargetkan ada penurunan dari 2013. Di RPJMN 2019 menargetkan sebesar 5,4 persen anak saja.
Selanjutnya, untuk membatasi rokok maka Kawasan Tanpa Rokok (KTR) harus diterapkan secara merata di seluruh kabupaten atau kota. ”Dalam promosi kesehatan, terutama saat Covid, harus menyertakan KTR,” ujarnya. (lyn)