PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (Dinkes Prov. Kalteng), melalui UPT Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), menggelar Pelatihan Penanggulangan Gangguan Indera bagi tenaga kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pratama. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Fovere, Palangka Raya, Selasa (22/10/2024).
Acara dibuka oleh Sekretaris Dinkes Prov. Kalteng, Rainer Danny P. Mamahit, mewakili Kepala Dinas Kesehatan. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan bahwa gangguan penglihatan dan pendengaran masih menjadi tantangan kesehatan yang signifikan di tingkat global maupun nasional. Menurutnya, masalah ini dapat terjadi pada berbagai kelompok usia akibat beragam penyebab dan faktor risiko yang ada.
“Stigma yang menyatakan bahwa gangguan penglihatan dan pendengaran bukanlah masalah kesehatan sering kali membuat kondisi ini diabaikan hingga muncul kecacatan seperti kebutaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penglihatan yang baik berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih tinggi, termasuk meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas individu. Hal ini berhubungan dengan indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran yang mendukung peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
“Gangguan pendengaran adalah penyebab utama keempat untuk disabilitas secara global. Dampaknya sangat luas, mulai dari perkembangan kognitif hingga penurunan daya saing masyarakat,” jelasnya.
Mengacu pada Permenkes No. 82 Tahun 2020, penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran di Indonesia dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan melalui promosi kesehatan, surveilans, deteksi dini, dan tata laksana kasus. Untuk itu, perlu disiapkan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang terlatih di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Pelatihan ini, yang merupakan Angkatan II di Provinsi Kalimantan Tengah, dibiayai oleh Proyek Penguatan Kesehatan Primer di Indonesia (Strengthening of Primary Healthcare in Indonesia / SOPHI). Kegiatan ini telah terakreditasi, termasuk kurikulum dan modul pelatihan, serta dilakukan Quality Control pada setiap proses pelatihan.
Fasilitator dan narasumber yang terlibat juga telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat sesuai kualifikasi yang diperlukan, dengan evaluasi pelatihan yang dilaksanakan secara berkelanjutan. (pra)
EDITOR : TOPAN