BeritaNASIONAL

ODOL di Indonesia: Penanganan Lintas Sektor Mendesak Demi Keselamatan dan Ekonomi Nasional

KALTENG.CO-Permasalahan over dimension and over load (ODOL) pada truk di Indonesia telah menjadi isu kronis yang menuntut perhatian serius dari berbagai pihak.

Penanganan truk dengan kelebihan dimensi dan muatan ini, menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), membutuhkan keterlibatan lintas kementerian dan lembaga secara komprehensif.

 Langkah ini dinilai krusial untuk mencegah dampak negatif yang meluas di berbagai sektor, mulai dari keselamatan lalu lintas, kerusakan infrastruktur jalan, hingga kerugian ekonomi nasional.

Penanganan ODOL Tak Bisa Parsial: Butuh Sinergi Lintas Sektor

Ketua KNKT, Soerjanto, menegaskan bahwa penanganan truk ODOL tidak bisa dilakukan secara parsial atau hanya oleh satu lembaga. Ia menyebut bahwa kementerian-kementerian kunci seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga Korlantas Polri harus dilibatkan secara aktif dan terkoordinasi.

“Kita perlu membuat road map atau perencanaan jangka panjang dalam menertibkan truk ODOL dan menjalankannya secara konsisten,” ujar Soerjanto.

Menurutnya, penertiban seharusnya dimulai dari proyek-proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang secara ideal dapat dikendalikan sepenuhnya oleh negara. Namun, ia menyayangkan bahwa meskipun rekomendasi ini telah diajukan dua kali, implementasinya dinilai masih gagal.

Beban Ganda Pengemudi: Risiko Keselamatan dan Praktik Pungli

Soerjanto mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa para pengemudi dan pemilik truk sebenarnya juga tidak nyaman dengan kondisi ODOL. Selain mempercepat kerusakan kendaraan dan membahayakan keselamatan di jalan, biaya operasional truk ODOL juga jauh lebih tinggi.

“Mereka ingin beroperasi secara normal, asalkan biaya operasionalnya masuk akal,” katanya. Soerjanto memberikan gambaran ekstrem mengenai bahaya ini: “Mengemudi truk ODOL itu sangat menakutkan. Kalau direm hari Senin, bisa berhentinya Sabtu.” Pernyataan ini jelas menunjukkan betapa mengerikannya risiko yang dihadapi para pengemudi setiap hari.

Salah satu persoalan utama yang memperparah kondisi ODOL adalah maraknya praktik premanisme dan pungutan liar (pungli). Beban ini sangat membebani pengemudi dan pengusaha angkutan barang, bahkan bisa mencapai 15 persen hingga 35 persen dari ongkos angkut, tergantung wilayah dan jenis barang yang diangkut. Praktik ilegal ini secara tidak langsung mendorong pelaku usaha untuk mengangkut muatan lebih banyak demi menutupi biaya tambahan tersebut.

Solusi Komprehensif dan Pengalihan Moda Transportasi

Untuk mengatasi masalah kompleks ini, Soerjanto menekankan pentingnya penanganan yang menyeluruh (comprehensive) dan melibatkan berbagai pihak. Ini termasuk asosiasi pengusaha, pengemudi, pemerintah, hingga pemilik barang.

Selain itu, penanganan ODOL juga harus dibarengi dengan pengalihan moda transportasi dari darat ke kereta api atau kapal laut. Ini adalah langkah strategis untuk mengurangi beban jalan raya dan meningkatkan efisiensi logistik.

“Saat ini kami sedang mencoba mengalihkan pengangkutan air mineral dari truk ke kereta di daerah Sukabumi. Tapi secara ekonomi tidak mudah, dan butuh komitmen serta dukungan dari semua pihak,” ungkapnya.

KNKT menilai bahwa tanpa langkah terkoordinasi dan konsisten dari semua pihak terkait, persoalan ODOL akan terus membayangi keselamatan transportasi dan merugikan negara secara keseluruhan. Dibutuhkan political will yang kuat dan kerja sama lintas sektor untuk menuntaskan masalah ODOL demi mewujudkan transportasi yang lebih aman, efisien, dan berkeadilan di Indonesia. (*/tur)

Related Articles

Back to top button