Film Conclave: Intrik Pemilihan Paus di Tengah Skandal dan Teror, Layak Oscar?
KALTENG.CO-Para pecinta film dan penggemar penghargaan Academy Awards tentu tak asing dengan film-film berkualitas yang berpotensi meraih Piala Oscar.
Salah satu film yang menarik perhatian dan masuk dalam kategori ‘Best Picture’ adalah Conclave, sebuah produksi Amerika Serikat yang dirilis pada tahun 2024.
Film yang dibintangi oleh jajaran aktor senior ternama seperti Ralph Fiennes, Stanley Tucci, John Lithgow, dan Isabella Rosellini ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Roberts Harris. Dengan alur cerita yang penuh intrik dan dibalut dengan penampilan akting yang memukau, “Conclave” menawarkan tontonan yang sayang untuk dilewatkan.
Sinopsis Singkat: Perebutan Takhta Suci di Tengah Duka
Dikutip dari IMDb, “Conclave” berlatar belakang saat seorang Paus meninggal dunia akibat serangan jantung. Situasi ini mengharuskan Dewan Kardinal, di bawah pimpinan Dekan Thomas Lawrence (Ralph Fiennes) dari Inggris, untuk berkumpul dan memilih pengganti pemimpin tertinggi Gereja Katolik tersebut.
Empat kandidat utama muncul dalam bursa pemilihan:
- Aldo Bellini (Stanley Tucci): Kardinal progresif dari Amerika Serikat.
- Joshua Adeyemi (Lucian Msamati): Kardinal konservatif sosial dari Nigeria.
- Joseph Tremblay (John Lithgow): Kardinal moderat dari Kanada.
- Goffredo Tedesco (Sergio Castellitto): Kardinal tradisionalis yang taat dari Italia.
Namun, proses pemilihan tidak berjalan mulus. Uskup Agung Janusz Woźniak (Jacek Koman), kepala gereja kepausan, mengungkapkan bahwa Paus telah meminta pengunduran diri Tremblay sebelum wafat, sebuah klaim yang dibantah oleh Tremblay sendiri. Sementara itu, Bellini secara terbuka menyatakan tujuannya untuk menghalangi Tedesco menduduki takhta kepausan.
Kejutan muncul dengan kedatangan mendadak Uskup Agung Vincent Benitez (Carlos Diehz) dari Kabul, yang diangkat menjadi kardinal in pectore (secara rahasia) oleh Paus setahun sebelumnya. Kehadirannya menambah ketidakpastian dan intrik dalam proses pemilihan.
Intrik dan Skandal di Balik Pintu Tertutup Conclave
Lawrence membuka musyawarah dengan khotbah yang mendorong para kardinal untuk menerima ketidakpastian, namun sebagian orang justru menafsirkannya sebagai ambisi pribadinya untuk menjadi Paus. Pemungutan suara awal tidak menghasilkan pemenang, dengan Adeyemi unggul tipis atas Tedesco, sementara Bellini dan Lawrence berbagi suara dari kubu progresif.
Asisten Lawrence, Monsignor Raymond O’Malley (Brían F. O’Byrne), yang bertugas sebagai peneliti oposisi, menemukan fakta mencurigakan terkait perjalanan medis rahasia Benitez ke Jenewa yang dibiayai oleh Paus. Sementara itu, sebuah skandal pribadi mengguncang pencalonan Adeyemi. Suster Shanumi (Balkissa Maiga), seorang biarawati dari Nigeria, mengakui kepada Lawrence bahwa ia memiliki hubungan terlarang dengan Adeyemi tiga puluh tahun lalu, yang menghasilkan seorang putra yang kemudian diadopsi. Meskipun terikat kerahasiaan, kampanye bisik-bisik berhasil menggagalkan peluang Adeyemi, hingga akhirnya Bellini dengan berat hati mendukung Tremblay.
Kerja sama antara Lawrence dan Suster Agnes (Isabella Rossellini), kepala katering dan pengurus gereja, mengungkap bahwa Tremblay-lah yang mengatur pemindahan Shanumi ke Roma. Ketika dikonfrontasi, Tremblay berdalih bahwa ia melakukannya atas permintaan Paus.
Kebenaran Tersembunyi dan Ancaman dari Luar
Lawrence kemudian nekat membobol apartemen Paus yang telah disegel dan menemukan dokumen yang membuktikan bahwa Tremblay telah menyuap para kardinal untuk mendapatkan suara. Ia menunjukkan bukti tersebut kepada Bellini, memohon agar skandal ini tidak diungkapkan untuk menghindari perpecahan yang lebih besar.
Pada hari ketiga pemilihan, setelah kebusukan Tremblay terungkap, Lawrence berdamai dengan Bellini dan sepakat untuk bersatu melawan Tedesco. Namun, pemungutan suara terhenti oleh sebuah ledakan bom yang mengguncang Kapel Sistina dan menjatuhkan Lawrence ke lantai.
Ternyata, ledakan tersebut adalah bagian dari serangkaian bom bunuh diri yang terjadi di seluruh Eropa. Tedesco menyerukan perang agama sebagai respons terhadap terorisme. Namun, Benitez justru menentang kekerasan dengan kekerasan dan mengecam para kardinal karena lebih mengutamakan agenda politik daripada misi keagamaan mereka.
Akhir yang Tak Terduga: Lahirnya Paus ‘Innocent’
Dalam pemungutan suara ketujuh, di tengah cahaya yang menembus jendela Kapel Sistina yang pecah, Dewan Kardinal secara mayoritas memilih Benitez sebagai Paus baru, yang memilih nama kepausan ‘Innocent’.
Awalnya, Lawrence merasa lega dan bersemangat. Namun, O’Malley kembali menariknya ke samping untuk membahas kejanggalan terkait pembatalan janji temu medis Benitez. Ketika dikonfrontasi oleh Lawrence, Paus Innocent mengungkapkan sebuah rahasia besar: ia dilahirkan dengan rahim dan ovarium, sebuah fakta yang baru ia sadari saat operasi usus buntu. Ia menolak histerektomi karena keyakinannya untuk tetap seperti apa adanya ciptaan Tuhan.
Lawrence termenung di halaman Vatikan, mendengarkan sorak sorai kerumunan atas terpilihnya Paus Innocent, sebelum akhirnya kembali ke kamarnya, membuka jendela, dan mengamati tiga biarawati muda yang bercengkerama di halaman bawah. Akhir yang terbuka ini meninggalkan banyak pertanyaan tentang masa depan Gereja di bawah kepemimpinan Paus Innocent dan peran Lawrence selanjutnya.




