BeritaSukamaraUtama

Hentikan Aktivitas PT SMG

SUKAMARA-Konflik antara masyarakat dengan pihak korporasi di Kabupaten Sukamara kian panas. Warga dari dua desa yang tergabung dalam Aksi Bela Dayak Laman Baru dan Ajang mendesak agar pemerintah daerah segera menghentikan operasional PT Sumber Mahardika Graha (SMG). Pasalnya anak perusahaan milik Union Sampoerna Triputra Persada (USTP) Group tersebut dianggap sudah keterlaluan karena tidak ada niat untuk memenuhi kewajibannya, yakni merealisasikan program kemitraan plasma.

Tidak adanya iktikad dari perusahaan untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan itu, terlihat dari ketidakhadiran perwakilan perusahaan saat mediasi yang digelar di Aula Kantor Bupati Sukamara, beberapa waktu lalu. Padahal permasalahan kewajiban plasma merupakan hak masyarakat. PT SMG terkesan sengaja lalai dalam merealisasikan program plasma sebesar 20 persen dari total HGU yang dimiliki.

Ketua Aksi Bela Dayak Laman Baru dan Ajang, Wendi Lontan mengatakan, pihaknya mendesak agar Pemkab Sukamara dan instansi terkait menjalankan amanah UU Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014. Sesuai ketentuan dalam undang-undang itu, PT SMG telah melanggar aturan.

https://kalteng.cohttps://kalteng.co

Berdasarkan pasal 58 UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, disebutkan bahwa perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan atau izin usaha perkebunan untuk budi daya, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas area kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.

“Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma) tersebut seharusnya dilaksanakan dalam jangka paling lambat tiga tahun setelah diberikan hak guna usaha (HGU),” ujar Wendi saat dikonfirmasi awak media, Kamis (19/11).

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Wendi menyebut, sejak pertama berdiri hingga saat ini, sudah hampir 19 tahun PT SMG belum pernah merealisasikan program kebun kemitraan tersebut. “Artinya pihak PT SMG sengaja lalai selama belasan tahun. Perusahaan yang terbukti tidak taat aturan, bisa dijatuhi sanksi. Hukumannya pun sangat jelas diatur dalam perundang-undangan,” tegasnya.

Wendi menambahkan, dalam pasal 60 disebutkan bahwa perusahaan perkebunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 58, akan dikenai sanksi administratif. “Sanksi administratif sebagaimana dimaksud berupa denda, pemberhentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan, dan atau pencabutan izin usaha perkebunan,” tegasnya.

Terpisah, Ketua DPRD Sukamara Deni Khaidir mengatakan, pihaknya sepakat dengan tuntutan masyarakat bahwa permasalahan kebun kemitraan mutlak menjadi kewajiban perusahaan perkebunan kelapa sawit, dalam hal ini PT SMG.

“Plasma adalah kewajiban perusahaan dari area yang ditanam yakni 20 persen, dan itu merupakan hak masarakat khususnya yang berada di sekitar wilayah perusahaan,” ucap Deni Khaidir saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon.

Lebih lanjut politikus Partai Hanura tersebut mengatakan, terkait konflik yang terus berlarut antara masyarakat dengan perusahaan yang dilatarbelakangi persoalan plasma tersebut, DPRD Sukamara siap untuk memfasilitasi mediasi kedua belah pihak.

“Kalau antara masyarakat dan pihak perusahaan belum ada titik temunya, kami dari DPRD Kabupten Sukamara siap untuk memfasilitasi mediasi kedua belah pihak, karena memang di DPRD ada bidang yang mengurusi masalah perkebunan yakni Komisi II,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng H Agustiar Sabran melalui Sekretaris Yulindra Dedi menyebut, terkait polemik antara PT SMG dengan masyarakat, dari aliansi memang sudah melaporkan kepada DAD provinsi.

“Kami sudah percayakan kepada DAD Sukamara untuk melakukan mediasi dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait,” ungkapnya.

Terkait tuntutan adat yang dilakukan, pada saatnya jika diproses secara adat, maka akan diliat aturan-aturan adat yang bisa dikenakan bagi perusahaan oleh para pemangku adat Dayak setempat. Meski demikian, upaya penyelesaian secara tuntas bukan hanya menjadi tanggung jawab DAD, tetapi bersinergi dengan pihak terkait lainnya agar dapat menemukan solusi dan jalan keluar terbaik untuk kedua pihak.

“Itu dahulu yang harus dipahami. Kami minta untuk menjembatani kebutuhan dan hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara sesuai dengan amanat UU. Dalam Perda Provinsi Kalteng Nomro 5 Tahun 2013 diatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa yang membutuhkan sinergi dalam penyelesaiannya,” tambahnya.

Dalam hal ini pihaknya meminta kepada DAD Kabupaten untuk bersinergi dengan Pemkab Sukamara dan lembaga-lembaga adat sebagaimana yang diatur dalam Perda Nomro 16 Tahun 2008, agar proses penyelesaian sengketanya dapat berjalan dengan baik tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. (lan/nue/ce/ala)

Related Articles

Back to top button