BeritaLife StyleNASIONALUtama

Hutan Batang Toru: Bukti Nyata Bahwa Masyarakat Adat Mampu Selamatkan Hutan dan Satwa, Suku Dayak Perlu Tiru Ini!

JAKARTA, Kalteng.co– Keberhasilan masyarakat adat Simardangiang dalam melestarikan orangutan Tapanuli di kawasan hutan Batang Toru menjadi sorotan dunia. Kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat adat ini bisa menjadi inspirasi bagi suku-suku adat lain, termasuk Suku Dayak di Kalimantan, untuk menjaga kelestarian hutan dan satwa di wilayah mereka.

Sumatera Utara memiliki satu kawasan alam yang memiliki keanekaragaman hayati luar biasa bernama Ekosistem Batang Toru.

Sebagai hulu sumber air dan penyerap karbon, di kawasan ini terdapat spesies endemic paling langka, orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis).

Lestarinya kawasan ini tidak lepas dari peran masyarakat adat yang sejak dahulu hidup harmonis di dalamnya.

Potret kawasan ekosistem Batang Toru dibahas menjadi topik hangat dalam talkshow di Greenpress Community yang digelar Society of Indonesia Environmental Journalists (SIEJ) di M. Bloc, Jakarta Selatan pada Sabtu (23/11/2024) sore.

Talk show tersebut didukung oleh Green Justice Indonesia (GJI) yang selama beberapa tahun berjalan mendampingi masyarakat adat di sekitar kawasan Batang Toru.

Talkshow tersebut menghadirkan dua narasumber yakni Ketua Bidang Konservasi Biodiversitas Tropica Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Onrizal PhD dan Kepala Desa Simardangiang, sekaligus perwakilan dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) Simardangiang, Tampan Sitompul.

Onrizal memulai dengan penggambaran hutan primer Batang Toru sebagai surga di bumi. Dari pengalamannya memasuki hutan primer Batang Toru pada awal 2000-an, kawasan itu memiliki keindahan alam yang memukau, dengan aliran sungai yang jernih dan lingkungan yang tenang, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu keajaiban alam yang unik.

Selain keindahan alamnya, keberadaan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), primata yang baru diidentifikasi sebagai spesies terpisah pada tahun 2017 menjadi nilai tambah yang sangat berharga.

Ekosistem Batang Toru yang luasnya mencapai 156.000 hektare, adalah rumah bagi sekitar 102.000 hektare habitat orangutan Tapanuli.

“Kawasan ini juga menjadi tempat hidup bagi spesies terancam lainnya seperti harimau dan beruang madu. Batang Toru adalah satu-satunya tempat di dunia di mana ketiga spesies ini dapat ditemukan Bersama,” katanya.

Onrizal menjelaskan perihal orangutan tapanuli. Satwa endemik ini di Batang Toru mulai menarik perhatian internasional sejak laporan ilmiah pertama oleh Erik Meijaard, seorang peneliti asal Belanda meneliti keberadaan orangutan di wilayah selatan Danau Toba, khususnya di Ekosistem Batang Toru, sekitar akhir tahun 1990-an.

Kemudian pada tahun 1997, laporan ilmiah pertama tentang keberadaan orangutan di wilayah tersebut diterbitkan sekaligus mengkonfirmasi bahwa populasi orangutan di wilayah itu masih eksis.

Peran Meijaard dan timnya sangat penting karena penelitian ini membuka perhatian dunia terhadap populasi unik tersebut, yang akhirnya diakui sebagai spesies terpisah, orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), pada tahun 2017.

Yang mana dari analisis genetik, morfologi, dan ekologi, orangutan tapanuli memiliki perbedaan signifikan dengan orangutan orangutan sumatra (Pongo abelii) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Temuan ini menyentak banyak orang karena sebelumnya tidak ada dokumentasi tentang keberadaan primata ini di selatan Danau Toba sejak Indonesia merdeka.

“Tapi kita juga ada kabar buruknya bahwa, populasi orangutan tapanuli diperkirakan kurang dari 800 individu, dan habitat mereka kini hanya mencakup 2,5% dari luas habitat mereka 70 tahun lalu. Kondisi ini menjadikan orangutan Tapanuli sebagai spesies yang sangat terancam punah (critically endangered). Macam-macam penyebabnya, mulai dari perkebunan, pemukiman dan lainnya,” katanya.

1 2 3 4Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button