BeritaFAMILYMETROPOLISUtama

Jangan Panik Hadapi Perubahan Sikap Anak Remaja, Ini yang Seharusnya Dilakukan Ortu

Anak yang tadinya nempel banget dengan mama-papa ketika beranjak remaja jadi lebih senang menghabiskan waktu bareng teman-temannya. Atau, dari kecil hobi bulu tangkis, tiba-tiba ogah meneruskan latihan. Parents sering kali merasa galau melihat perubahan itu. Apa saja yang harus dipahami parents dalam menemani perjalanan remaja?

INTINYA jangan panik dengan perbuhan yang terjadi pada anak saat beranjak remaja. Remaja adalah masa peralihan dari anak menuju masa dewasa. Semua aspek diri anak bakal mengalami perubahan. Secara fisik, perubahan bakal terlihat jelas. Namun, perubahan sosial, kognitif, dan emosi juga turut berubah.

Psikolog perkembangan anak Ersa Lanang Sanjaya menyatakan bahwa perubahan aspek kognitif remaja turut bertransisi menuju dewasa. ’’Secara kemampuan berpikir, remaja sudah hampir mendekati orang dewasa. Remaja sudah bisa berpikir secara abstrak, berbeda dengan anak-anak,’’ tutur Ersa. Konsep yang lebih kompleks seperti masa depan dan cinta sudah bisa dicerna oleh remaja.

Dalam aspek kognitif, perbedaan orang dewasa dan remaja hanya pada pengalaman. ’’Ibarat laptop, processor sudah sama-sama canggih. Bedanya, yang satu sudah punya database lebih banyak, sedangkan remaja ini masih sedikit,’’ papar dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra tersebut. Oleh karena itu, remaja juga terdorong untuk mengeksplorasi banyak hal baru di lingkungannya.

Hal tersebut wajib dipahami parents. Perubahan di masa remaja pasti terjadi dan tak bisa ditolak. Bisa jadi beberapa kegiatan yang dulu disukai bakal ditinggalkan anak untuk mengeksplorasi hal yang lain. ’’Begitu pun aspek sosial mereka, jadi lebih banyak diam atau menyendiri di rumah. Tapi, meluangkan banyak waktu untuk bersosialisasi dengan teman seusianya,” jelas Ersa.

Kebiasaan diantar jemput orang tua, membawa bekal makanan ke sekolah, dan nonton bioskop bersama keluarga mulai tak diminati. ’’Karena peer group jadi penting untuk mereka. Akhirnya, banyak kegiatan yang dilakukan sama teman-teman saja,’’ imbuh Ersa.

Hal-hal tersebut masih dalam batas wajar terjadi. Jadi, parents tidak perlu baper berlebihan. Anak hanya berusaha mengoptimalkan masa remaja lewat eksplorasi. Pahami bahwa masa remaja memang fase perubahan dan penting dalam perkembangan anak.

Kini, parents perlu fokus pada peran sebagai pendamping yang baik. Parents tak lagi berperan sebagai pengambil keputusan karena remaja bakal lebih banyak berlatih untuk memilih sendiri. ’’Di sinilah peran parents sebagai mentor,” ucapnya. Database pengalaman parents bisa diberikan kepada anak agar mereka bisa menjalani eksplorasi dengan baik.

Teori memang tak semudah aplikasi. Sebagai mentor, komunikasi jadi kunci untuk optimalnya perkembangan remaja. Padahal, perubahan komunikasi sangat terasa. ’’Jadi, memang orang tua ini kuncinya sabar dan terus mencoba bangun komunikasi,’’ jelas pria berkacamata tersebut.

Jika sejak kecil anak sudah dibiasakan berkomunikasi dengan parents, hubungan pada saat remaja niscaya lebih mudah. ’’Anak menyadari orang tua ada sebagai faktor pelindung. Jadi, saat ada masalah pun, anak tetap lari ke orang tua,” jelas Ersa. Oleh karena itu, investasi hubungan dan pola komunikasi yang baik sejak kecil itu penting dilakukan.

Namun, bukan tidak mungkin membangun komunikasi saat anak beranjak remaja. Caranya, parents perlu meluangkan waktu untuk bonding dengan remaja. ’’Luangkan waktu untuk kumpul bareng. Pulang kerja ngobrol ringan sampai membuat kegiatan liburan bersama,” imbuh ayah dua anak itu. Kegiatan ngobrol tersebut bisa dilakukan dengan selingan aktivitas yang lain seperti nonton TV atau makan bersama. Tak harus dalam bentuk sesi khusus.

Selain itu, parents perlu membiasakan diskusi dalam banyak pengambilan keputusan. Misalnya, mau makan di mana atau mau melakukan kegiatan bersama apa. ’’Memang lebih lama, nggak bisa sat set sat set. Tapi, remaja jadi paham mereka bisa menyampaikan keinginan, bahkan belajar ambil keputusan,” tegasnya. Orang tua masa kini tak bisa lagi otoriter seperti beberapa generasi sebelumnya.

’’Ketika anak beranjak remaja, parents juga belajar dewasa sebagai orang tua,” imbuhnya. Jadi, parents juga harus belajar sabar dan konsisten dalam mendampingi anak. Ersa juga mengingatkan pentingnya melihat niat parents dalam hati. Apakah saat mengambil sebuah keputusan untuk anak, parents benar-benar memilih yang terbaik untuk anak atau hanya untuk kemudahan diri sendiri?

Perubahan apa yang perlu diwaspadai parents saat anak beranjak remaja? Ersa menyatakan, parents cukup melihat bagaimana kegiatan mereka sehari-hari. Apakah masih sesuai dengan norma atau tidak. ”Apakah sekolahnya masih lancar, lalu kesehatan tidak terganggu,” imbuhnya. Selama kegiatan yang dilakukan masih positif, parents tak perlu khawatir.

Ersa mengingatkan parents hanya perlu mewadahi dan peka dalam mengisi kebutuhan remaja. ’’Carikan tempat, komunitas, lingkungan yang positif, dan sesuai dengan apa yang ingin dieksplorasi. Kalau suka kegiatan fisik, jangan biarkan dia eksplorasi lewat tawuran, tetapi tawarkan ekstrakurikuler bela diri,” tutur Ersa. (Dikutip dari JawaPos.com/tur)

Related Articles

Back to top button