KALTENG.CO-Sepuluh tahun setelah diluncurkan, program Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan masih menghadapi berbagai pekerjaan rumah (PR) besar. Jumlah kepesertaan yang minim dan besaran iuran yang tak kunjung dievaluasi menjadi sorotan utama.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengakui bahwa meski program JP telah memberikan banyak manfaat, pertambahan jumlah peserta masih terbilang lambat. Rata-rata pertumbuhan peserta hanya 4,77 persen per tahun, sangat timpang jika dibandingkan dengan kenaikan klaim JP yang mencapai rata-rata 16,77 persen per tahun.
Iuran Mandek, Regulasi Baru Dibutuhkan?
Kondisi ini mendorong Menaker Yassierli untuk menjadikan seminar satu dasawarsa JP yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan sebagai momentum evaluasi komprehensif, baik dari sisi kepesertaan maupun iuran.
Sebagai informasi, besaran iuran JP masih stagnan di angka 3 persen, belum pernah dievaluasi sejak diresmikan satu dekade lalu. Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 mengamanatkan evaluasi iuran secara berkala setiap tiga tahun hingga mencapai 8 persen.
Yassierli mengaku terbuka terhadap kemungkinan adanya regulasi baru untuk mendorong keberlanjutan program JP. “Evaluasi pertama itu adalah terkait dengan kepesertaan. Dan tantangan ini tidak hanya untuk jaminan pensiun, tapi secara luas BPJS. Bisa jadi solusinya salah satu adalah deregulasi dan regulasi. Nanti kita lihat,” papar Yassierli usai membuka seminar di Plaza BPJamsostek, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Ia mengakui banyak tantangan dalam hal kepesertaan, terutama karena saat ini sifatnya masih sukarela. “Bisa jadi isu lainnya terkait literasi. Mereka tidak tahu. Inilah saya katakan tadi, kolaborasi dan inovasi menjadi solusinya,” tambahnya.
Gap Peserta JP dan JHT: PR Besar BPJS Ketenagakerjaan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, mengungkapkan bahwa cakupan kepesertaan JP saat ini baru mencapai 14,9 juta peserta. Angka ini jauh di bawah total peserta jaminan sosial ketenagakerjaan yang mencapai sekitar 38 juta peserta.
Pramudya menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan memiliki dua program hari tua: JP dan Program Jaminan Hari Tua (JHT). Menariknya, jumlah peserta JHT lebih tinggi, mencapai sekitar 19 juta. Ini menunjukkan bahwa belum semua peserta JHT juga menjadi peserta JP, sebuah catatan penting yang perlu dicarikan solusinya oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Hingga saat ini, BPJS Ketenagakerjaan telah menyalurkan manfaat JP kepada lebih dari 214 ribu pekerja dan keluarganya, dengan total nilai manfaat mencapai Rp1,59 triliun. Sebanyak 180 ribu lebih penerima manfaat mendapatkan pensiun secara berkala, didominasi oleh penerima manfaat pensiun survivor (janda, duda, anak, dan orang tua). “Dan insya Allah nanti di 2030, 2031, dan seterusnya, kita akan menerima manfaat pensiun hari tua. Memberikan manfaat pensiun hari tua berkala,” jelas Pramudya.
JP: Penjaga Daya Tahan Ekonomi di Tengah Bonus Demografi
Pramudya juga menekankan peran krusial JP dalam menghadapi bonus demografi. Mengutip data BPS, terdapat sekitar 29,6 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas. Ironisnya, 41,11 persen dari jumlah tersebut atau sekitar 12,18 juta lansia masuk dalam kategori miskin atau rentan terhadap kemiskinan.
Fenomena ini diproyeksikan akan terus meningkat. Di tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan menyentuh 324 juta jiwa, di mana 20,3 persen atau sekitar 65,81 juta di antaranya adalah lansia di atas 60 tahun.
“Jaminan Pensiun berperan penting dalam menjaga daya tahan ekonomi masyarakat saat menghadapi risiko kehilangan pendapatan,” kata Pramudya. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya pemerintah mendorong kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, untuk menciptakan sinergi dalam mempercepat pengentasan kemiskinan melalui perluasan perlindungan sosial dan penguatan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan yang berkelanjutan.
Dengan kondisi saat ini, evaluasi menyeluruh dan langkah strategis sangat dibutuhkan agar program Jaminan Pensiun dapat memenuhi potensinya sebagai jaring pengaman sosial yang kuat bagi seluruh pekerja di Indonesia. (*/tur)




