Hukum Dan Kriminal

Pemilik Lahan Sengketa Jalan Gurame Siap Tempuh Jalur Hukum

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – menyikapi sengketa lahan di Jalan Gurame Palangka Raya, dan aksi ritual adat Hinting Pali yang digelar Fordayak Kalteng, Hj. Fatmi selaku warga yang mengantongi sertifikat resmi menyampaikan objek yang menjadi sengketa berada di Jalan Gurame dan bukan Jalan Tenggiri.

Menurutnya, sertifikat tanah yang saat ini menjadi sengketa dikeluarkan pada 2003 dan telah divalidasi BPN sekaligus dibeli resmi pada 2015, dimana prosesnya diperkuat akta notaris.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

“Artinya saya tidak membeli tanah tersebut dengan sembarangan dan saya rawat. Bahkan sampai 2020, saya bangun perumahan disitu tidak pernah ada pengaduan masyarakat. Sebelum pembangunan itu, saya memvalidasi ulang ke BPN hingga dikeluarkanlah IMB dan tanah tersebut sudah dipecah menjadi lima. Dalam arti sudah bukan atas nama saya lagi,” ucap Fatmi, saat dikonfirmasi Kalteng.co di Jalan Tenggiri, Senin (8/5/2023).

Dijelaskannya, apabila Fordayak mempermasalahkan tanah di Jalan Gurame, seharusnya mengkonfirmasi dengan pemilik tanah sebelumnya.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

“Yang saya pertanyakan kenapa justru saya yang diributkan. Seharusnya kalau mau diributkan adalah pemilik tanah sebelumnya karena saya membeli tanah tersebut resmi, bukan mengambil milik orang lain,” ujarnya.

Ia membenarkan, sebelumnya memang sudah dilaksanakan mediasi di Polresta Palangka Raya. Namun berakhir buntu, karena pihak Bambang Irawan yang merasa tanah tersebut merupakan haknya tidak mau membayar pajak dan menaikan peta bidang ke BPN.

“Saya mau mediasi asalkan di Polresta. Karena mereka selama ini mengajak saya mediasi di luar dan jelas saya tidak mau. Sebelumnya saat mediasi di Polresta, saya datang dan memang mediasi menemukan jalan buntu, karena mereka mengaku tanah tersebut merupakan haknya tetapi tidak mau membayar pajak dan menaikan peta bidang dengan alasan prosesnya terlalu ribet dan makan waktu lama,” tandasnya.

Bahkan, sambungnya, pihak Bambang Irawan meminta bangunan yang saat ini berdiri di tanah objek sengketa untuk diratakan.

“Tidak bisa seperti itu. Kalau mau meratakan bangunan yang ada harus melalui keputusan pengadilan, sedangkan sampai saat ini belum ada keputusan pengadilan dan segala sesuatu yang menyangkut sengketa harus diselesaikan melalui jalur hukum karena negara kita merupakan negara hukum,” ungkapnya.

Disaat yang sama, kuasa hukum Hj. Fatmi, Sitmar HI Anggen, mengatakan, pihaknya telah menyurati Fordayak agar tindakan yang akan dilaksanakan sesuai prosedur hukum negara yang berlaku di Indonesia.

“Kami sudah menyurati Fordayak, artinya tindakan apa yang ingin dilakukan silakan saja selama sesuai jalur hukum berlaku. Apabila tetap melakukan Hinting Pali itu sudah menyalahi aturan karena prosesi ritual tersebut harus dilakukan Damang, tidak boleh dilakukan Ormas. Saya juga orang Dayak dan mengerti hal seperti itu, namun kita tidak memasuki konteks tersebut. Karena tindakan yang dilakukan mereka yakni melakukan Hinting Pali diobjek yang berbeda sudah melanggar hukum, karena lokasi ini tidak ada hubungannya sama sekali,” tandasnya.

Kendati demikian, apabila Fordayak merasa tidak menerima, pihaknya siap bila Fordayak ingin menggugat permasalahan sengketa tersebut ke pengadilan.

“Kami tidak akan menggugat, tetapi apabila Fordayak merasa tidak terima, maka gugatlah kami ke pengadilan hukum negara. Namun kami tetap meminta agar pihak Fordayak bisa melihat secara jernih permasalahan ini, sehingga tidak terkesan menimbulkan sebuah konflik yang menyeret adat istiadat serta budaya Dayak,” tutupnya.(ina)

Related Articles

Back to top button