KALTENG.CO-Sebuah kejutan besar mengguncang panggung perdagangan global ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mendadak mengumumkan penghentian tarif impor selama 90 hari untuk sebagian besar negara.
Langkah tak terduga ini diumumkan langsung melalui akun Truth Social miliknya pada Rabu malam waktu setempat atau Kamis (10/4/2025) waktu Indonesia.
Namun, di tengah kabar baik ini, Tiongkok justru menjadi target utama dengan kenaikan tarif impor yang fantastis, mencapai 125 persen.
Trump menyatakan bahwa ia telah mengizinkan “PAUSE 90 hari” dan penurunan tarif balasan menjadi 10 persen selama periode tersebut, yang berlaku efektif segera.
Keputusan ini, menurut Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dilatarbelakangi oleh banyaknya negara yang mengajukan negosiasi dagang, meskipun Trump sendiri mengakui bahwa gejolak pasar keuangan turut memengaruhi keputusannya.
“Orang-orang mulai panik, mereka terlihat takut,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Putih. “Saya melihat pasar obligasi, dan itu cukup mengkhawatirkan. Tapi sekarang sudah terlihat indah,” tambahnya, mengindikasikan adanya kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi domestik.
Tarif Lebih Rendah untuk Sekutu, Tekanan Tinggi untuk Tiongkok
Tarif 10 persen yang diberlakukan selama 90 hari ini lebih rendah dibandingkan tarif sebelumnya yang dikenakan pada mitra dagang utama AS. Uni Eropa sebelumnya dikenakan tarif 20 persen, Jepang 24 persen, dan Korea Selatan 25 persen.
Namun, Kanada dan Meksiko tetap dikenakan tarif tinggi sebesar 25 persen, diduga terkait isu penyelundupan fentanyl dan imigrasi ilegal yang menjadi perhatian utama pemerintahan Trump.
Reaksi Pasar Positif, Demokrat Curiga
Pengumuman mengejutkan ini langsung memicu lonjakan tajam di pasar saham AS. Indeks S&P 500 mencatat kenaikan tertinggi sejak krisis keuangan 2008, yaitu sebesar 9,5 persen. Saham-saham perusahaan di berbagai sektor, mulai dari otomotif, maskapai, hingga teknologi seperti Tesla, mengalami kenaikan signifikan.
Trump mengklaim bahwa keputusan ini telah dipertimbangkannya selama beberapa hari terakhir dan “semuanya berjalan cepat pagi ini.”
Ia menepis anggapan bahwa perubahan kebijakan ini merupakan hasil tekanan politik. Namun, para senator dari Partai Demokrat, seperti Chuck Schumer, memiliki pandangan berbeda.
“Trump mulai panik akibat tekanan publik. Ini bukan strategi, ini reaksi,” tegas Schumer dalam konferensi pers, menyoroti potensi ketidakstabilan dalam kebijakan perdagangan AS.
Meskipun demikian, langkah ini disambut positif oleh sejumlah senator dari Partai Republik yang sebelumnya khawatir tarif tinggi akan merusak perekonomian AS. Senator Mike Rounds bahkan menyebut pengumuman ini mencairkan suasana pertemuan mereka.
Fokus Utama: Menekan Tiongkok dengan Tarif Super Tinggi
Di tengah pelonggaran tarif untuk sebagian besar negara, fokus utama Trump tetap tertuju pada Tiongkok. Tarif impor barang dari Negeri Tirai Bambu tersebut dinaikkan secara drastis menjadi 125 persen.
Langkah agresif ini merupakan respons atas tindakan balasan Beijing yang telah menaikkan tarif atas barang-barang AS hingga 84 persen. Trump menilai bahwa Tiongkok belum menunjukkan itikad baik dalam negosiasi perdagangan.
“Tiongkok tidak menunjukkan rasa hormat. Karena itu, kami harus bersikap tegas,” ujar Trump dengan nada keras.
Dampak Perang Dagang dan Ketidakpastian Kebijakan
Dampak dari perang dagang yang berkepanjangan ini telah dirasakan di seluruh dunia. Harga obligasi pemerintah AS dilaporkan turun, suku bunga naik menjadi 4,39 persen, dan kepercayaan investor mulai tergerus. Banyak pelaku bisnis memperingatkan bahwa kebijakan tarif yang tidak stabil berisiko mendorong resesi di Amerika Serikat.
Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan bahwa dalam 90 hari ke depan, AS akan melakukan negosiasi dagang secara bilateral dengan berbagai negara. “Yang bisa kami janjikan adalah AS akan bernegosiasi dengan itikad baik,” katanya.
Namun, sinyal ketidakpastian kebijakan masih terasa kuat. Ketika ditanya apakah pengumuman mendadaknya ini merupakan bentuk manipulasi pasar, Trump menjawab singkat, “Ini semua soal insting. Kamu hampir tak bisa pakai pena dan kertas untuk menghitungnya.”
Kesimpulan: Strategi “The Art of the Deal” yang Mengejutkan
Langkah terbaru Presiden Trump ini menandai upaya untuk menyeimbangkan antara strategi tekanan ekonomi dengan menjaga stabilitas pasar dalam negeri.
Penghentian tarif untuk sebagian besar negara memberikan harapan adanya perbaikan hubungan dagang, namun kenaikan tarif yang ekstrem terhadap Tiongkok mengindikasikan bahwa perang dagang jilid berikutnya mungkin saja sedang dipersiapkan.
Dunia kini menanti bagaimana negosiasi 90 hari ke depan akan berjalan dan apakah “The Art of the Deal” ala Trump ini akan membawa solusi atau justru eskalasi lebih lanjut dalam tensi perdagangan global.(*/tur)