Kecenderungan konsumen untuk tidak membooking jauh-jauh hari, disebut Alan karena konsumen dibuat ”kapok” oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Alan membeberkan bahwa pola tersebut bermula sejak tahun 2020, ketika pemerintah mengeluarkan pemberitahuan bahwa libur lebaran dipindah ke bulan desember.
”Wisatawan yang sudah melakukan pemesanan jauh-jauh hari untuk mudik lebaran 2020 akhirnya mengubah planning untuk berlibur ke akhir tahun. Namun pada kenyataannya last minute diubah lagi oleh pemerintah. Akhirnya saat itu banyak sekali cancelation,” beber Alan.
Menurut Alan, situasi yang tidak pasti tersebut membuat konsumen tidak banyak merencanakan perjalanan di tahun 2021, termasuk untuk urusan mudik lebaran. ”Namun bagaimana pun yang namanya mudik itu sudah pasti akan terjadi pergerakan. Dan dengan pelarangan ini maka yang terjadi adalah orang tidak bergerak,” tegasnya.
PHRI menilai kebijakan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi upaya sektor perhotelan dan restoran untuk bertahan. Pada kuartal IV 2020, PHRI sempat mendapat geliat demand dengan peningkatan okupansi 40 persen.
Alan menjelaskan beberapa hotel yang tutup operasional sempat kembali bergerak. Karyawan-karyawan yang dirumahkan sempat kembali dipekerjakan. Tidak menutup kemungkinan, lanjut Alan, dengan kebijakan ini hotel-hotel yang berupaya buka tersebut akan tutup kembali.