BeritaEkonomi BisnisNASIONAL

Perusahaan Multinasional Wajib Bayar 15%: Apa Itu Pajak Minimum Global (GMT) dan Kapan Berlaku?

KALTENG.CO-Pemerintah Indonesia mengambil langkah maju yang signifikan dalam aransemen perpajakan internasional.

Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Indonesia telah memastikan akan mulai mengimplementasikan Pajak Minimum Global atau Global Minimum Tax (GMT) pada tahun 2026.

Kebijakan revolusioner ini akan menjadi tonggak penting dalam upaya menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan mencegah praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional.

📜 Dasar Hukum dan Kewajiban Penerapan GMT

Langkah penerapan Pajak Minimum Global ini telah dikukuhkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2025 atau PMK 136/2025. Landasan hukum utama kebijakan ini bersumber dari Pasal 32A Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).

Secara garis besar, kebijakan internasional ini mewajibkan grup perusahaan multinasional (Multinational Enterprises/MNE) yang beroperasi di Indonesia untuk membayar pajak minimum sebesar 15% di setiap yurisdiksi atau negara tempat mereka beroperasi.

Persyaratan wajib pajak ini berlaku bagi perusahaan multinasional di tanah air dengan omzet konsolidasi minimal 750 juta euro (sekitar Rp 12,9 triliun, dengan kurs saat ini).

💰 Keuntungan Menerapkan Pajak Minimum Global bagi Indonesia

Pertanyaan krusial yang muncul adalah: Apa keuntungan penerapan Pajak Minimum Global bagi Indonesia?

Menurut Nendi Bahtiar, Head of Pilar 2 Tax Advisory Services MUC Consulting, salah satu manfaat utama yang akan dirasakan Indonesia adalah adanya tambahan pajak yang signifikan.

1. Mencegah Kebocoran Pajak ke Luar Negeri

Penerapan GMT memungkinkan Indonesia untuk menarik kembali potensi penerimaan yang sebelumnya mungkin “lari” atau dihindari oleh perusahaan multinasional ke negara-negara dengan tarif pajak rendah (tax haven).

“Daripada potensi pajak ini lari ke negara lain, mendingan kan Indonesia yang menerapkan gitu, jadi bisa ada tambahan lah, tambahan pajak gitu,” ujar Nendi.

Meskipun potensi tambahan dari perusahaan multinasional di Indonesia mungkin tidak terlalu besar jika dibandingkan negara lain, Nendi menegaskan bahwa GMT tetap membuka peluang untuk memperoleh penerimaan pajak tambahan dari MNE yang ada, menjamin pajak mereka dibayarkan di Indonesia, bukan di yurisdiksi lain.

2. Menciptakan Kompetisi Bisnis yang Lebih Adil (Fair)

Selain dari sisi penerimaan, penerapan tarif minimum 15% secara global juga akan mengubah dinamika investasi dan kompetisi bisnis.

Nendi Bahtiar memaparkan bahwa dengan pajak yang seragam 15% di hampir seluruh negara, kompetisi bisnis akan menjadi lebih adil (fair). Artinya, perusahaan multinasional (MNI) tidak lagi semata-mata menjadikan daya saing pajak sebagai faktor utama dalam memutuskan lokasi ekspansi atau investasi.

Justru, faktor-faktor non-pajak akan menjadi penentu utama, seperti:

  • Dukungan pemerintah yang efektif.
  • Kualitas infrastruktur.
  • Ketersediaan tenaga kerja yang unggul dan berkualitas.

“Dengan 15 persen ini, kompetisinya menjadi lebih fair ya. Jadi MNI itu tidak lagi mendasarinya kalau mau menaruh investasi itu bukan soal pajak, tapi karena dukungan pemerintah yang lain, misalnya tenaga kerja yang bagus,” jelasnya.

🗓️ Jadwal Pelaporan dan Negara Pelopor

Mengenai mekanisme pelaporan, perusahaan multinasional akan menggunakan data omzet dan hitungan berdasarkan tahun saat ini (2025) untuk pelaporan Pajak Minimum Global pada tahun 2026. Hal ini didasarkan pada ketentuan bahwa pelaporan baru dilakukan setelah 18 bulan kebijakan dibuat.

Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan ini. Beberapa negara maju lainnya telah lebih dulu mengambil langkah ini, termasuk:

  • Jepang (mulai menerapkan 2024, sempat molor dari rencana 2023).
  • Inggris (mulai menerapkan 2024, sempat molor dari rencana 2023).

Indonesia dijadwalkan akan mulai mengimplementasikannya pada tahun 2026, menunjukkan komitmen pemerintah dalam berpartisipasi aktif dalam tata kelola pajak internasional yang baru.


Dengan komitmen penerapan GMT, Indonesia tidak hanya mengamankan penerimaan negara, tetapi juga mengirimkan sinyal kuat bahwa negara ini adalah yurisdiksi yang menjunjung tinggi keadilan pajak, sekaligus memaksa perusahaan multinasional untuk mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi riil (seperti kualitas tenaga kerja) dalam keputusan investasi mereka. (*/tur)

Related Articles

Back to top button