KALTENG.CO-Gelombang sengketa hasil Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru terus bergulir panas. Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Muhidin, baru-baru ini menyampaikan pandangannya terkait gugatan yang dilayangkan oleh Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Kalsel ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Muhidin, langkah LPRI tersebut dinilai tidak tepat mengingat posisinya yang melibatkan unsur-unsur netralitas pemerintah daerah, TNI, dan Polri.
Sebagaimana diketahui, hasil PSU Pilkada Banjarbaru telah menetapkan pasangan nomor urut 1, Erna Lisa Halaby–Wartono, sebagai pemenang. Namun, hasil ini tidak serta merta diterima oleh semua pihak. LPRI Kalsel, bersama dengan seorang pemilih bernama Udiansyah, mengajukan gugatan ke MK dengan menuding adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh pihak pemenang.
Kejanggalan dalam gugatan LPRI ini kemudian disoroti oleh Gubernur Muhidin. Ia mengungkapkan fakta bahwa dirinya bersama sejumlah tokoh penting di Kalsel, termasuk Kapolda Kalsel, perwakilan Pangdam VI Mulawarman (101 Antasari), Ketua Kajati Kalimantan Selatan, Ketua DPRD Kalimantan Selatan, dan Kepala Kesbangpol Kalimantan Selatan, tercatat sebagai dewan kehormatan dalam kepengurusan LPRI.
“Artinya, kalau ada pengajuan gugatan yang di dalamnya ada Dewan Kehormatan, yang tidak lain kami yang disebutkan tadi, tidak sepantasnya LPRI yaitu Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia, menggugat perkara ke MK. Sedangkan kami pemerintah Kalsel, TNI, dan Polri termasuk lembaga atau institusi yang netral,” tegas Gubernur Muhidin pada Jumat (9/5/2025).
Gubernur Muhidin menekankan bahwa pihaknya telah menjunjung tinggi netralitas dalam seluruh tahapan pelaksanaan PSU Pilkada Banjarbaru. Oleh karena itu, ia menyayangkan adanya upaya penggiringan opini yang menuduh terjadinya kecurangan dalam proses PSU tersebut.
“Seharusnya bapak Denny Indrayana sudah mengetahui bahwa pemerintah bersama TNI Polri termasuk lembaga yang netral. Jadi kalau LPRI menggugat ke MK tidak sepatutnya kami berada dalam kepengurusan itu sebagai Dewan Kehormatan,” jelasnya, merujuk pada Denny Indrayana yang menjadi kuasa hukum pemohon Udiansyah.
Lebih lanjut, Muhidin memberikan ultimatum bahwa jika LPRI tetap ingin melanjutkan gugatan ke MK terkait hasil PSU Pilkada Banjarbaru, maka Forkompida (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, TNI, dan Polri harus dikeluarkan dari kepengurusan LPRI sebagai dewan kehormatan.
“Kalau LPRI-nya tetap mau menggugat juga, seharusnya kami sebagai pemerintah dan TNI POlri harus dikeluarkan dari SK kepengurusan LPRI sebagai Dewan Kehormatan,” tandasnya.
MK Terima Dua Permohonan Sengketa Hasil PSU Banjarbaru
Seperti yang diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima dua permohonan sengketa terkait hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru. Kedua permohonan tersebut tercatat secara resmi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik pada Rabu (7/5/2025).
Permohonan pertama diajukan oleh seorang pemilih di Banjarbaru, Udiansyah, dengan nomor registrasi 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Dalam permohonannya, Udiansyah menunjuk Denny Indrayana, seorang pakar hukum tata negara yang dikenal vokal, sebagai kuasa hukumnya.
Permohonan kedua datang dari Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Kalsel dengan nomor registrasi 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Lembaga yang mengklaim diri sebagai pemantau pemilu ini memberikan kuasa hukumnya kepada Muhamad Pazri.
Dalam pokok permohonannya, kedua pemohon sama-sama meminta Mahkamah Konstitusi untuk mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1, Erna Lisa Halaby-Wartono, yang telah ditetapkan sebagai pemenang dalam rekapitulasi hasil PSU.
Mereka menduga kuat bahwa pasangan tersebut terlibat dalam praktik kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga mencederai prinsip pemilihan yang bebas dan adil.
Dengan adanya pernyataan Gubernur Muhidin yang menyoroti kejanggalan posisi LPRI, polemik terkait sengketa hasil PSU Banjarbaru di MK diprediksi akan semakin menarik untuk disimak. Pertanyaan mengenai legitimasi gugatan LPRI dengan adanya unsur Forkompida dalam kepengurusannya menjadi sorotan utama.
Bagaimana MK akan menyikapi polemik ini dan seperti apa putusan akhir yang akan dikeluarkan, menjadi hal yang dinantikan oleh masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya warga Banjarbaru. (*/tur)




