
KALTENG.CO – Pemerintah tengah gencar menggelar vaksinasi. Penerima vaksin berkembang dari masyarakat umum ke masyarakat adat dan kelompok rentan.
Namun menggelar vaksinasi bagi masyarakat yang berada di lokasi terpencil, minim akses informasi, atau menyandang disabilitas bukan hal mudah. Banyak tantangan di temui di lapangan.
Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia–perhimpunan nirlaba dan independen yang bergiat memperkuat aktivitas filantropi demi keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan–mengungkapkan tantangan vaksinasi terutama adalah minimnya ketersediaan data yang terbarui dan terverifikasi.
Program vaksinasi ini membuka mata semua orang bahwa betapa lemahnya ketersediaan data kependudukan kelompok disabilitas, masyarakat adat, warga di pedalaman, dan berbagai kelompok rentan lain.
Momentum untuk Membenahi Data Kependudukan
“Karena itu, kami menyerukan agar pemerintah menggunakan program vaksinasi Covid-19 sebagai momentum untuk secara serius membenahi data kependudukan,” kata Hamid Abidin melalui siaran pers yang di terima kalteng.co.
Dalam dis kusi Philanthropy Learning Forum, yang di gelar secara daring pada Selasa (31/8/2021), Hamid mengemukakan kesulitan mendapatkan data saat menggelar vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan.
Untuk masyarakat adat, saat ini belum ada data resmi yang menyebut berapa jumlah mereka. Saat ini, belum ada terminologi yang di sepakati bersama siapa yang di sebut masyarakat adat.
Aturan tentang masyarakat adat, hingga kini masih dalam bentuk rancangan undang-undang. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan jumlahnya kisaran 40-70 juta jiwa.
Data penyandang disabilitas yang ada di berbagai lembaga pemerintah juga bisa berbeda-beda dan entah data mana yang lebih akurat. Jika merujuk pada Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas (SIMPD) Kementerian Sosial, jumlah penyandang disabilitas yang terekam per 13 Januari 2021 mencapai 209.604 orang.




