BeritaNASIONALPENDIDIKAN

Refleksi 80 Tahun PGRI dan Hari Guru Nasional 2025: Saatnya Negara Berpihak Penuh pada Guru!

KALTENG.CO-25 November 2025 menjadi momen penting bagi seluruh insan pendidik di Tanah Air. Tepat hari ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-80, beriringan dengan peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025.

Peringatan ini bukan sekadar seremonial, tetapi merupakan titik balik untuk menegaskan kembali urgensi keberpihakan negara secara total terhadap sektor pendidikan, khususnya pada pahlawan tanpa tanda jasa: Guru Indonesia.

Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai, realitas di lapangan menunjukkan bahwa upaya perlindungan, peningkatan kesejahteraan, dan kepastian keamanan kerja guru masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar yang jauh dari ideal. Ironisnya, sering kali guru justru menjadi pihak yang berhadapan dengan hukum ketika sedang menjalankan tugas keprofesiannya, seperti dalam kasus guru Rasnal dan Abdul Muis di Luwu Utara yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja Tidak Dengan Hormat (PTDH), walau kemudian berhasil direhabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto.


📉 Tantangan Distribusi dan Tata Kelola Guru: Lebih dari Sekadar Kekurangan

Wakil Sekretaris Jenderal PB PGRI, Wijaya, mengungkapkan bahwa data Kemendikbudristek menunjukkan jumlah guru aktif per tahun ajaran 2024/2025 mencapai sekitar 4,21 juta orang, naik dari periode sebelumnya yang mencapai 4,08 juta. Namun, tantangan utama terletak pada distribusi dan tata kelola guru.

🔑 Data dan Ketimpangan yang Mendesak:

  • Dominasi Guru SD: Hampir 44% dari total guru nasional, yakni sekitar 1,84 juta guru, mengajar di jenjang Sekolah Dasar (SD).
  • Defisit dan Surplus: Berdasarkan data Dapodik 2024, terdapat kekurangan sekitar 374.000 guru di berbagai satuan pendidikan negeri. Namun, di saat yang sama, terdapat 62.764 guru ASN dan 166.618 guru non-ASN yang justru berlebih (surplus) pada bidang tertentu.

Wijaya menegaskan bahwa ini bukan murni persoalan kekurangan guru (an-sich), melainkan masalah pemetaan, pemerataan, dan linearitas antara kualifikasi akademis dengan sertifikat pendidik. “Ini menyebabkan penumpukan di jenjang dan mata pelajaran tertentu, diperparah oleh tidak jelasnya proses rekrutmen guru honorer sebelum moratorium,” paparnya.

Solusi yang ditawarkan: Diperlukan sentralisasi tata kelola guru untuk penyelesaian komprehensif terkait rekrutmen, pemerataan, dan efektivitas distribusi guru.


💰 Kesejahteraan Guru: Peningkatan Positif, Namun Jauh dari Harapan

Tahun 2025 membawa angin segar melalui peningkatan dalam distribusi Tunjangan Profesi Guru (TPG).

  • Hingga semester I 2025, sebanyak 1.853.487 guru telah menerima TPG.
  • Sekitar 1,46 juta di antaranya adalah guru ASN (PNS dan PPPK).
  • Guru non-ASN yang telah bersertifikat juga merasakan kenaikan tunjangan sebesar Rp 500.000 dari nominal sebelumnya.

Pemerintah mencatat proses penyaluran TPG menjadi lebih cepat berkat digitalisasi data melalui Dapodik dan Info GTK. Meskipun begitu, Wijaya menggarisbawahi bahwa proses ini belum konsisten dan masih menyisakan masalah, seperti pada pencairan TW 3 (Juli-September 2025) di mana banyak guru masih menghadapi isu validasi Info GTK.

PR Kesejahteraan: Data Kemendikbudristek menunjukkan masih ada 496.174 guru non-ASN yang bekerja di sekolah negeri. “Ini menegaskan bahwa meski ada perbaikan status dan tunjangan, masih banyak guru yang statusnya belum sepenuhnya mapan dari sisi kesejahteraan,” ujar Wijaya.


🧑‍🎓 Pengangkatan PPPK: Strategi Krusial yang Belum Menutup Kesenjangan

Keputusan strategis pengangkatan guru honorer menjadi ASN PPPK merupakan langkah maju.

  • Pada Januari 2025, sebanyak 176.049 guru honorer direncanakan diangkat menjadi PPPK penuh waktu dari hasil seleksi 2024.
  • Secara kumulatif, sejak 2021 hingga 2023, Kemendikbudristek mencatat 774.999 guru telah diangkat menjadi ASN PPPK.

Namun, kebutuhan formasi PPPK guru menurut Kemendikdasmen jauh lebih besar, yaitu sekitar 419.000 guru. Hal ini menciptakan jurang antara kebutuhan dan realisasi kebijakan pengangkatan. Lambatnya pengangkatan atau formasi yang kurang memadai di beberapa daerah menegaskan bahwa masalah distribusi dan status guru belum tuntas.

“Perlu perbaikan komprehensif dari hulu ke hilir melalui sistem manajemen satu pintu tata kelola Guru. Pembentukan Badan Guru Nasional dapat mempercepat proses tata kelola ini,” saran Wijaya.


⚖️ Perlindungan Guru: Urgensi dan Mendesaknya Undang-Undang Perlindungan Guru

Aspek perlindungan hukum dan profesi guru menjadi sisi yang paling lemah, meskipun kesejahteraan mulai ditingkatkan. Belum adanya undang-undang khusus yang menjamin hak dan keamanan profesi guru dalam konteks sengketa, ancaman sosial, atau kriminalisasi merupakan celah besar.

Tantangan Perlindungan Guru Saat Ini:

  1. Kriminalisasi Tugas: Aktivitas mendidik dan pendisiplinan kerap disalahartikan dan berujung pada persoalan hukum karena dihadapkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
  2. Tekanan Digital: Guru menghadapi tekanan di era viralitas konten, komentar negatif, rekaman, hingga doxing tanpa mekanisme hukum yang jelas dari sekolah atau negara.
  3. Prosedur Tidak Transparan: Penanganan kasus disiplin guru seringkali tidak memiliki prosedur yang transparan dan adil.

Mendesaknya UU Perlindungan Guru: Undang-Undang Perlindungan Guru dapat menjadi payung hukum untuk:

  • Menetapkan mekanisme penanganan sengketa yang adil antara guru, murid, dan orang tua.
  • Menetapkan standar perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan tugas mendidik.
  • Mengatur distribusi beban kerja yang adil dan etika profesional guru.

Organisasi profesi seperti PGRI telah berupaya maksimal melalui MoU PB PGRI dengan Polri terkait Perlindungan Hukum Guru, dan terus berikhtiar memperjuangkan lahirnya UU Perlindungan Guru.

Penutup: Peringatan HUT ke-80 PGRI dan HGN 2025 harus menjadi momentum bagi Pemerintah untuk mempercepat reformasi tata kelola guru secara menyeluruh. Hanya dengan kepastian status, kesejahteraan yang mapan, dan payung hukum yang kuat, guru dapat menjalankan tugas mulianya secara optimal demi masa depan generasi bangsa. (*/tur)

Related Articles

Back to top button