Tahanan Wanita Jadi Korban Pelecehan Seksual: Ketika Pelindung Berubah Jadi Predator

KALTENG.CO-Dunia penegakan hukum di Indonesia kembali tercoreng oleh dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan oknum anggota Kepolisian.
Kali ini, seorang wanita berinisial MML di Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh Aipda PS, seorang anggota kepolisian. Ironisnya, dugaan pelecehan ini terjadi saat MML tengah melapor kasus dugaan pemerkosaan yang menimpanya ke Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
Kegagalan Sistem Hukum yang Terang-terangan
Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam atas insiden ini. Menurut Sudding, kasus ini adalah cerminan kegagalan paling nyata dari sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan bagi masyarakat.
“Kasus ini merupakan bentuk kegagalan paling telanjang dari sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan bagi masyarakat. Seharusnya kantor polisi menjadi tempat paling aman bagi rakyat, tapi ini malah sebaliknya,” tegas Sudding kepada wartawan, pada Selasa (10/6/2025).
Bayangkan, seorang warga negara yang datang mencari perlindungan justru kembali menjadi korban di tempat yang seharusnya paling aman. Ini adalah pukulan telak bagi kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Kronologi Miris: Korban Dilecehkan Dua Kali
Dugaan pelecehan seksual oleh Aipda PS terjadi saat MML menjalani pemeriksaan di Polsek Wewewa Selatan. MML yang seharusnya mendapatkan empati dan perlindungan, justru kembali menjadi korban kekerasan seksual oleh anggota polisi yang menangani laporannya sendiri.
“Seorang warga negara datang ke kantor polisi karena telah menjadi korban kejahatan seksual. Tapi alih-alih mendapat perlindungan, dia justru menjadi korban untuk kedua kalinya oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung,” ucap Sudding, menggambarkan betapa mirisnya kejadian ini.
Pembinaan Personel Polri Dipertanyakan, DPR Akan Turun Tangan
Sudding sangat menyesalkan bahwa Kepolisian tampaknya masih mengalami kegagalan serius dalam pembinaan personelnya. Kasus ini menggarisbawahi perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan internal Polri.
Meskipun Aipda PS yang menjabat sebagai Kanit Provos Polsek Wewewa Selatan telah dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus) sejak Sabtu (7/6/2025), hal ini saja belum cukup untuk meredakan kekhawatiran publik.
“Kita tidak bisa terus-menerus berlindung di balik narasi oknum. Jika kasus seperti ini terus muncul, berarti ada yang salah dalam sistem rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan aparat. Sudah saatnya Polri membersihkan institusinya secara serius dari mental predator berseragam,” pungkas Sudding.
Komisi III DPR RI memastikan akan meminta penjelasan detail dari institusi Polri terkait penanganan kasus ini. Diharapkan, langkah tegas dan transparan dapat diambil untuk memulihkan kepercayaan masyarakat serta memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.
Apakah kasus ini akan menjadi momentum bagi Polri untuk bersih-bersih internal secara serius? Kita tunggu saja perkembangannya. (*/tur)