
KALTENG.CO-Kemunculan delapan kasus virus Hanta tipe HFRS (Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome) di berbagai wilayah Indonesia, seperti Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Utara, telah menarik perhatian serius.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera mengambil langkah konkret demi mencegah penyebaran virus ini lebih luas.
“Virus Hanta mungkin belum menyebar secara masif, tetapi justru ini alasan kita harus bertindak cepat,” tegas Puan kepada wartawan pada Kamis (3/7/2025).
Ia menjelaskan, fokus penanganan tidak hanya pada respons darurat, tetapi juga pada pembangunan kemampuan deteksi dini dan respons medis yang efektif hingga ke tingkat desa.
Berdasarkan data Kemenkes, delapan kasus HFRS yang tercatat selama periode 15–21 Juni 2025 telah dinyatakan sembuh. Perlu diketahui, penularan virus ini berasal dari paparan tikus yang terinfeksi, terutama di area permukiman padat dan zona pertanian.
Apa Itu Virus Hanta dan HFRS?
Virus Hanta adalah sekelompok virus RNA yang dapat menyebabkan penyakit serius pada manusia. Ada beberapa jenis virus Hanta, dan masing-masing dapat menyebabkan sindrom penyakit yang berbeda. Di Indonesia, tipe yang disoroti adalah HFRS (Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome).
HFRS adalah penyakit parah yang ditandai dengan demam, sakit kepala parah, nyeri punggung dan perut, serta masalah ginjal. Pada beberapa kasus, ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah (syok), kebocoran pembuluh darah, dan gagal ginjal akut.
Bagaimana Virus Hanta Menular?
Penularan virus Hanta ke manusia biasanya terjadi melalui paparan urine, feses, atau air liur tikus yang terinfeksi. Ini bisa terjadi saat seseorang menghirup partikel virus yang mengering di udara setelah terkontaminasi oleh tikus.
Kontak langsung dengan tikus terinfeksi atau gigitan tikus juga bisa menjadi jalur penularan, meskipun ini lebih jarang terjadi. Area dengan risiko tinggi termasuk permukiman padat, gudang, lumbung, dan area pertanian di mana populasi tikus cenderung tinggi.
Tantangan dan Langkah Konkret Pencegahan
Puan Maharani menyoroti lemahnya kesiapan fasilitas kesehatan primer dan minimnya tenaga medis terlatih di daerah rawan sebagai persoalan utama dalam menghadapi penyakit zoonosis—penyakit yang menular dari hewan ke manusia. “Penanganan harus dimulai dengan pendekatan teknis yang terukur dan solusi yang bisa langsung diterapkan di lapangan,” ujarnya.
Untuk itu, Puan mendorong penyediaan alat diagnosis cepat (rapid test berbasis molekuler) di Puskesmas dan klinik-klinik di wilayah rentan.
Ia juga menekankan pentingnya pelatihan bagi tenaga medis agar mereka mampu mengenali spektrum gejala virus Hanta maupun penyakit menular serupa.
Prioritas utama ada di daerah padat permukiman, dekat pasar tradisional, dan area pertanian, di mana kontak antara manusia dan tikus lebih mungkin terjadi.
Pentingnya Pendekatan Lintas Sektor
Puan juga menyoroti pentingnya pendekatan lintas sektor dalam upaya pencegahan, termasuk pengendalian populasi tikus berbasis komunitas. Menurutnya, hal ini membutuhkan kolaborasi erat antara Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pertanian.
“Virus ini muncul karena habitat manusia dan hewan pengerat makin berdekatan. Jadi, pendekatannya tidak bisa sektoral. Harus ada respons lintas sektor dengan target terukur, seperti turunnya populasi tikus dan meningkatnya indikator sanitasi,” paparnya. Ini berarti upaya pencegahan tidak hanya melibatkan sektor kesehatan, tetapi juga sektor-sektor yang bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan dan pertanian.
Edukasi Masyarakat: Kunci Utama Pencegahan
Virus Hanta, menurut Puan, termasuk penyakit zoonosis yang kerap luput dari perhatian, padahal dampaknya bisa sebanding dengan rabies, flu burung, atau leptospirosis. Rendahnya literasi masyarakat tentang bahaya zoonosis menjadi penyebab utama kelengahan.
“Jika masyarakat tidak tahu bahayanya, mereka bisa menganggap gejala awal sebagai penyakit ringan dan tidak segera berobat,” tutur Puan. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk memperbanyak sosialisasi dan edukasi, khususnya di daerah-daerah yang dekat dengan habitat tikus, seperti pasar, lahan pertanian, dan perkampungan.
“Edukasi harus menyentuh langsung masyarakat. Jangan tunggu sampai wabah menyebar luas,” pungkas Puan.
Penyebaran virus Hanta adalah alarm bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan lingkungan dan kesiapan fasilitas kesehatan. Dengan langkah cepat, kolaborasi lintas sektor, dan edukasi yang masif, diharapkan penyebaran virus ini dapat dicegah secara efektif.
Apakah Anda ingin tahu lebih banyak tentang cara melindungi diri dari virus Hanta? (*/tur)