Mewujudkan Sinergi Fiskal Pusat dan Daerah Melalui RUU HKPD
Oleh :
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Tengah
PENINGKATAN keselarasan kebijakan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah menjadi salah satu atensi Kementerian Keuangan pada saat ini. Konsep desentralisasi fiskal yang telah diterapkan sampai saat ini dirasa masih perlu dioptimalkan untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, kebijakan counter-cyclical yang diimplementasikan ketika perekonomian nasional mengalami kontraksi, dirasa masih bisa lebih dioptimalkan hasilnya. Hal ini disebabkan oleh masih adanya sejumlah daerah yang mempunyai kebijakan fiskal yang kurang selaras dengan kebijakan pemerintah pusat.
Maka dari itu, pemerintah pusat berusaha untuk memperbaiki kondisi ini melalui penyusunan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). RUU ini didesain untuk mendorong upaya pengalokasian sumber daya nasional yang efektif dan efisien melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan, untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia yang merata. Sebagaimana diketahui, pada saat ini RUU HKPD sedang dalam proses pembahasan dengan pihak DPR.
Berita Terkait……Kanwil DJPb Kalteng Sampaikan Kinerja APBN Hingga 31 Juli
Rancangan yang disusun tersebut memberikan pedoman pada seluruh aspek pengelolaan fiskal daerah secara komprehensif. Hal ini terlihat dari empat pilar yang menjadi tiang penyangga RUU HKPD, yaitu: (1) Penurunan ketimpangan vertikal dan horizontal antar daerah; (2) Harmonisasi belanja pusat dan daerah; (3) Peningkatan kualitas belanja daerah; serta (4) Penguatan local taxing power.
Pada pilar pertama, pemerintah akan melakukan reformulasi perhitungan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang memperhatikan kinerja daerah dalam penyelenggaraan layanan publik. Dukungan terhadap prioritas nasional juga diakomodir pada formula baru ini, antara lain perhitungan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersifat penugasan. Selain itu, pemerintah pusat juga mendorong perluasan skema pembiayaan daerah secara terkendali dan hati-hati untuk mengakselerasi pembangunan daerah.
Selanjutnya, pilar harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan daerah diwujudkan melalui desain TKDD berfungsi sebagai alat counter-cyclical di daerah yang sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat. Sinkronisasi tersebut dapat mempercepat proses mitigasi ataupun penanganan ketidakstabilan kondisi perekonomian yang mungkin terjadi.
Pilar yang ketiga berupa peningkatan kualitas belanja daerah. Walaupun terdapat sejumlah daerah yang telah memiliki kualitas belanja yang baik, masih terdapat daerah yang tertinggal dalam kualitas dan disiplin belanjanya. Sehingga, pilar ketiga ini diperlukan untuk mendorong daerah-daerah tertinggal tersebut melalui alokasi TKDD yang lebih diarahkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Dukungan akan penganggaran berbasis kinerja akan menjadi landasan dari pelaksanaan belanja daerah tersebut.
Yang terakhir, penguatan sistem perpajakan daerah yang dilakukan melalui restrukturisasi dan perluasan basis pajak daerah, serta penyederhanaan retribusi daerah. Sebagai contoh, hal ini dapat dilakukan melalui pengurangan retribusi yang bersifat layanan wajib, melakukan pergeseran sebagian objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta opsen perpajakan daerah antara provinsi dan kabupaten atau kota. Sebagai catatan, penguatan sistem perpajakan daerah tersebut tetap memperhatikan pembangunan lingkungan investasi yang baik.
Untuk menegakkan empat pilar tata kelola HKPD tersebut, diperlukan fondasi berupa akuntabilitas yang berorientasi kepada hasil, efisiensi, equality, certainty, dan universalitas. Fondasi tersebut didukung dengan sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas, sistem informasi dan evaluasi keuangan pusat dan daerah yang terintegrasi, serta mekanisme pengawasan dan monev yang baik.
Pada akhirnya, penyusunan RUU HKPD tersebut merupakan salah satu usaha pemerintah untuk memastikan bahwa instrumen kebijakan fiskal daerah dapat berjalan dengan optimal dan selaras dengan kebijakan pemerintah pusat. Sinergisitas dan harmonisasi antara APBN dan APBD untuk menjaga kesinambungan fiskal dan perekonomian nasional diharapkan dapat mempermudah pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. (*)