Titin TrimintarsihSETELAH kehebohan akan kenaikan dan kelangkaan minyak goreng yang hingga saat ini belum terpecahkan permasalahannya, dunia pasar dan perdapuran kembali digoncang berita akan langkanya tahu dan tempe.
Seperti kencang dalam berita-berita nasional di TV dan internet, dikarenakan kenaikan harga kedelai melambung tinggi dari Rp9.000/kg menjadi Rp11.500/kg. karena itulah pedagang dan pembuat tahu, serta tempe mengadakan mogok massal.
Bagaimana dengan di Palangka Raya? Serupa tapi tak sama dengan pedagang di Jabotabek. Pedagang tahu, tempe dan susu kedelai menjerit terhadap kenaikan (lagi) harga kedelai. Kenapa LAGI? Karena pada akhir tahun 2021 hingga awal 2022 sudah terjadi kenaikan harga kedelai, yang saat itu di Jabotabek juga terjadi kelangkaan tahu tempe karena pedagang dan produsen mogok massal.
Bersumber dari Kemendag: Kompas.com bahwa harga kedelai di tingkat pengimport Januari 2021 Rp 8000/kg, lalu Januari 2022 naik Rp. 11.000/kg, Februari 2022 naik lagi Rp.12.000/kg, akankah terjadi kenaikan lagi bulan Maret, April dan seterusnya? Karena kalua sudah terjadi kenaikan susah untuk turun lagi.
Padahal Stok kedelai Impor Nasional pada Januari 2022 mencapai 400.000 ton yang diperkirakan untuk masa dua bulan belum habis bulan Februari sudah naik setiap hari. Suatu angka yang fantastis terhitung untuk kebutuhan impor kedelai saja.
Berdasarkan hasil survei penulis dengan pedagang tahu, dikatakan apabila 1 kg kedelai sampai saat ini Rp11.500/kg maka dengan 10 kg kedelai seharga Rp115.000 menghasilkan uang Rp140.000, jadi hanya terdapat keuntungan Rp35.000. Itu belum termasuk biaya listrik sebagai tenaga gilingan/selep kedelai, biaya bahan bakar dan biaya tenaga kerja pembuat, serta biaya bahan bakar saat pemasaran.
Hal tersebut juga dikeluhkan pedagang tempe, hanya biaya listrik untuk giling untuk memecah kedelai saja dan tidak sebanyak produsen tahu.