Cara Mereka yang Menolak Menyerah di Tengah Pandemi Covid-19

Dalam kesempitan ada kesempatan. Tentu bagi siapa saja yang jeli. Kesempatan itu dalam berbagai hal, termasuk untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Covid-19 adalah kesempitan. Menjual masker adalah kesempatannya. Pegiat seni Benny M Tundan dan penyedia jasa perbaikan kartu identitas Budi Santoso (40) jeli melihat peluang itu.
PATHUR RAHMAN-AINUR ROFIQ, Palangka Raya
BERAWAL dari keisengan, pegiat seni Benny M Tundan mengubah rotan menjadi masker. Pandemi Covid-19 sendiri tak membuatnya kehilangan ide berkarya dan berinovasi. Selain itu, masker buatannya sarat dengan kearifan lokal.
Pandemi Covid-19 sendiri mengubah perilaku masyarakat dalam penggunaan masker. Setiap keluar rumah, masyarakat menggunakan masker. Pemerintah pun mengimbau penggunaan masker demi terhindar dari Covid-19. Kebutuhan masker pun meningkat.
Kesempatan dalam kesempitan itulah yang menginspirasi Benny untuk membantu penyediaan masker dengan memanfaatkan bahan baku lokal dan dibuat dengan tampilan lebih menarik. Benny pun mulai mengonsep bentuk masker dan desain pembuatan masker dalam bentuk draf kasar gambar biasa. Setelah dirasa cukup sempurna dan bisa dibuat, Ben mencoba membuat beberapa masker dari rotan.
“Kita tahu sendiri kan saat pandemi Covid-19 seperti ini hampir tidak mungkin sanggar tari seperti kami bisa mendapatkan job, karena memang tidak ada kegiatan seremonial yang biasa dilakukan oleh pemerintah maupun acara pernikahan. Jadi saya putuskan membuat masker ini untuk mendapat penghasilan,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, Kamis (9/7).
Benny menurutkan, pada hari pertama merilis masker itu, dirinya langsung kebanjira order. Baik orderan melalui Facebook, Instagram, WhatsApp, maupun langsung via sms dan telepon. Saking banyaknya orderan, ia mengaku kewalahan menanganinya sendiri. Bahkan ia pernah menerima orderan terbanyak, yakni 50 masker dalam sehari.
“Banyak yang bilang saya PHP (pemberi harapan palsu, red), karena pada hari pertama launching, jumlah orderan tidak sesuai dengan jumlah ketersediaan barang. Cukup banyak pengorder yang tidak kebagian,” jelasnya.
Pembuatan masker dari rotan ini tak dikerjakannya sendiri. Ia menggandeng beberapa pihak. Bahan baku rotan ia dapatkan dari pengrajin rotan lokal yang berada di seputaran Jalan G Obos. Untuk proses penjahitannya juga melibatkan penjahit lokal yang membuka usaha tepat di depan rumahnya.
“Kebetulan penjahit tersebut mengontrak di toko mama, jadi aku ajak sekalian buat bermitra,” terangnya.
Benny mengungkapkan, pada awal penjualan masker rotan itu, ia mematok harga Rp50 ribu per masker. Namun, karena keterbatasan bahan baku rotan saat ini, Benny terpaksa menaikan harga jual, Rp75 ribu untuk satu masker.
“Mohon maaf ya, Ben terpaksa menaikkan harga maskernya, karena saat ini bahan baku utamanya lumayan sulit didapatkan, menyebabkan biaya produksi meningkat,” bebernya.
Dengan naiknya harga jual masker tersebut, Benny memastikan bahwa kualitasnya pun ditingkatkan. Mahalnya harga jual sebanding dengan kualitas barang. Menurutnya, selain fashionable dan memiliki kearifan lokal, masker tersebut juga terbuat dari lima lapis bahan yang benar-benar dipastikan keamanan dan kenyamanan dalam penggunaannya.
Bahkan beberapa tokoh dan pejabat terkenal juga menggunakan masker buatannya. Salah satunya, Wakil Wali Kota Palangka Raya Hj Umi Mastikah. Benny juga mengatakan bahwa masker buatannya itu sudah menyasar hingga ke luar negeri, seperti Perancis dan Singapura.
Permintaan dari dalam negeri, sebutnya, cukup tinggi. Baik dari warga Kalteng maupun luar Kalteng. “Kalau ditanya berapa jumlah yang laku, saya tidak menghitung. Yang pasti di atas 200 masker sudah terjual,” tuturnya.
Saat lagi booming, Benny bisa mendapatkan omzet hingga Rp2 juta per hari. “Kalau dihitung, minggu ini sudah 40 masker rotan yang laku. Bisa dilihat sendiri, hanya tersisa tiga masker saja,” ucapnya sambil menunjuk ke arah masker. Dalam sehari ia bisa menjual lima hingga enam masker melalui online shop seperti Shopee dan Tokopedia.
“Puji Tuhan untuk saat ini antusiasme masyarakat lokal maupun dari luar terhadap masker rotan ini masih cukup tinggi,” pungkasnya.
Di tempat terpisah, seorang penyedia jasa perbaikan kartu identitas, Budi Santoso (40), juga mengaku berhasil meraup untung dengan menjual masker, berkat kejelian melihat peluang usaha. Warga kelahiran Palangka Raya ini sehari-hari bekerja sebagai penyedia jasa laminating kartu seperti KTP, SIM, NPWP, dan lainnya.
Ia mengaku biasa menjajakan dagangannya di pinggir jalan yang banyak dilewati orang-orang. “Dulu sebelum corona, sebenarnya saya juga sudah jualan masker. Saya jual masker saat musim karhutla. Rp10 ribu bisa dapat tiga. Tapi sekarang harga naik. Satu masker dijual Rp10 ribu hingga Rp15 ribu,” katanya saat ditemui ketika berjualan di bahu Jalan Tjilik Riwut Km 5, Rabu (8/7).
Menurut pria kelahiran 1980 itu, kualitas masker kain yang ia jual sangat baik. Bahan masker kain yang digunakan berasal dari kain perca baju bermerek. Hasilnya pun lumayan untuk menambah pendapatan.
“Untuk masker ini saja, kalau dalam hitungan sehari, mungkin bisa dapat penghasilan hingga Rp200 ribu. Kalau sedang ramai pembeli, alhamdulillah bisa membawa rezeki lebih banyak,” papar bapak dua anak ini.(ce/uni)

