BeritaHukum Dan KriminalKASUS TIPIKORNASIONAL

Gubernur Riau Abdul Wahid Resmi Ditetapkan Tersangka KPK: Modus ‘Jatah Preman’ di Dinas PUPR Senilai Rp 7 Miliar

KALTENG.CO-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan/penerimaan hadiah atau janji terkait pengelolaan anggaran di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025.

Penetapan status ini merupakan tindak lanjut dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Senin (3/11/2025).

Selain Gubernur Abdul Wahid, KPK juga menjerat dua orang lainnya, yaitu:

  1. M. Arief Setiawan (MAS), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.
  2. Dani M. Nursalam (DMN), Tenaga Ahli Gubernur Riau yang juga merupakan kader PKB.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11), menjelaskan bahwa penetapan tersangka ini dilakukan setelah melalui proses penyelidikan intensif dan ditemukannya kecukupan alat bukti.


💰 Kronologi dan Modus ‘Jatah Preman’ Anggaran PUPR

Kasus ini berakar dari dugaan pemerasan terhadap pejabat di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau terkait penambahan anggaran yang signifikan.

1. Penambahan Anggaran dan Pertemuan Awal

Pada Mei 2025, tim KPK menerima laporan dan menemukan adanya pertemuan antara pejabat Dinas PUPR PKPP Riau dengan sejumlah Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) wilayah.

  • Pertemuan terjadi di salah satu kafe di Pekanbaru antara Ferry Yunanda (Sekretaris Dinas PUPR PKPP) dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI.
  • Inti pertemuan: Membahas kesanggupan pemberian fee sebesar 2,5 persen kepada Gubernur Abdul Wahid atas penambahan anggaran tahun 2025 pada Dinas PUPR PKPP.
  • Nilai Anggaran: Anggaran Dinas PUPR PKPP Riau mengalami peningkatan drastis dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar, atau naik sebesar Rp 106 miliar.

2. Kenaikan Fee dan Ancaman Mutasi

Sekretaris Dinas, Ferry Yunanda, kemudian menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Kepala Dinas PUPR PKPP, M. Arief Setiawan, yang disebut merepresentasikan Gubernur Abdul Wahid.

“Dari sana, muncul permintaan kenaikan fee menjadi 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar,” ungkap Johanis Tanak.

Permintaan setoran yang dikenal di kalangan internal Dinas PUPR PKPP Riau dengan istilah “jatah preman” ini disertai dengan ancaman serius. Pejabat yang menolak untuk menuruti perintah tersebut diancam akan dicopot atau dimutasi dari jabatannya. Pola ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan tekanan dalam pengelolaan anggaran daerah.

3. Kesepakatan dan Kode Sandi ‘7 Batang’

Akibat adanya tekanan dan ancaman mutasi, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP bersama Sekretaris Dinas kembali mengadakan pertemuan lanjutan. Mereka akhirnya menyepakati besaran fee untuk Gubernur Abdul Wahid sebesar 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

Kesepakatan ini kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP dengan menggunakan bahasa sandi.

“Dalam komunikasi internal, hasil pertemuan itu dilaporkan dengan kode ‘7 batang’, yang mengacu pada nilai fee Rp 7 miliar,” pungkas Johanis.


⚖️ Pasal yang Disangkakan

Ketiga tersangka, Abdul Wahid, M. Arief Setiawan, dan Dani M. Nursalam, disangkakan melanggar:

  • Pasal 12 huruf e dan/atau pasal 12 huruf f dan/atau pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ini menjadi pengingat pahit bahwa praktik korupsi, terutama dengan modus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang, masih marak terjadi di tingkat pemerintahan daerah. (*/tur)

Related Articles

Back to top button