Mengenal Lebih Dekat Pecinta Diecast

KALTENG.CO-MENCINTAI sesuatu tidak bisa dipandang melalui mata biasa. Harus memakai hati. Begitu juga hobi.Kegemaran sederhana sekalipun, bagi para pecinta diecast atau mainan mobil-mobilan. Hotweels menjadi salah satu merek model diecast yang banyak di jumpai di Kalteng. Karena menggemari apa saja tak bisa di ukur dengan materi. Hotweels skala 64 paling di gandrungi Komunitas Pecinta Diecast Kalteng atau disingkat PDKT. Ada juga skala 32 dan lainnya. Om dan tante, begitulah sebutan mereka anggota PDKT. Suka koleksi diecast hingga jual dan beli untuk sekadar tidak rugi saat mengembangkan hobi.Bersama komunitasnya, Fitria Abdy Juhada menceritakan awal mula dia jatuh cinta terhadap mobil-mobilan ini. Hingga kini, ia pun tak bisa menjawab berapa jumlah koleksi yang di simpannya. “Kalau suruh menghitung, sehari semalam gak selesai,”ucapnya.Meski sudah menikah, ia terus menekuni hobinya sejak 2015 silam. Minicooper dan morris mini, dua model dari banyak model lainnya yang ia koleksi. Bentuknya yang kecil, imut, warna-warni, dan menarik hati, diecast menjadi pilihan pria kelahiran Kotabaru, Kalimantan Selatan, 1 Agustus 1981 tersebut. Om Afit, begitu panggilan akrabnya, ketika di datangi ke rumahnya di kawasan Menteng, Jekan Raya, mengenalkan ratusan koleksinya. Mulai dari diecast yang sudah di pajang, masih dalam card atau sejak beli tidak di buka, di masukkan kotak, ditaruh di etalase, hingga di tata rapi dalam boks besar khusus serial. Hotweels edisi reguler bulanan maupun setahun penuh atau factory set, dengan ciri khas ada koyo alias hologram. Bahkan, edisi tertentu ada serial number.Om Afit menceritakan, hotwheels di produksi pertama di Amerika Serikat pada 1968. Produk pertama di kenal sebagai paket 16. Miniatur mobil itu menjadi khas keluaran hotwheels.“Koleksi saya sendiri ada dari Amerika Serikat, Jepang, dan Indonesia yang sudah Standar Nasional Indonesia alias SNI,”jelasnya. Saat ini, pecinta miniatur mobil metal dan plastik atau diecast, yang tergabung dalam PDKT, sekitar 80 om dan tante. Tersebar di Palangka Raya, Kapuas, Sampit, Pangkalan Bun, Muara Teweh, hingga Tamiang Layang. Ketika kumpul bersama sesama pecinta diecast, yang paling menarik baginya adalah silaturahmi. Sambil membawa personal boks berisi 1 sampai 5 miniatur mobil, Om dan Tante ngobrol hingga hunting di internet untuk menawar atau bid lelang koleksi diecast. Uniknya, ketika diecast mereka di campur, anggota PDKT akan kenal sang pemiliknya. Itu tidak lepas dari model, jenis, custom, hingga sentuhan lainnya yang ada pada koleksinya. Jadi, usai bermain dan saling lihat koleksi, tidak akan tertukar.Sisi lain, ada sisi bisnis yang coba di jalankan Afit. Ya. Sambil berburu melengkapi koleksinya, ia kerap menjual ke pecinta diecast di Kalteng dan Kalsel. Jika Beruntung, Spesial Edisi atau Hot Item Tiap Tahun Berbeda. Semisal, Ferrari yang dulu sempat di produksi pabrik asal Amerika Hotwheels, kini tidak ada lagi. Karena Ferrari dan Hotwheels sudah lepas kontrak. Yang kini banyak beredar, seperti merek mobil di pasaran pada umumnya.Meski satu miniatur mobil harganya sekitar Rp35 ribu di toko mainan maupun waralaba, ketika keberadaannya sulit, akan menaikkan harga. Lantaran Hotwheels yang di gantung di toko, kerap sudah di beli om dan tante. Belum lagi, jika beruntung, spesial edisi atau hot item tiap tahun berbeda. Harga yang di jual bisa mencapai jutaan rupiah. Bisa-bisa, tidak ternilai alias koleksi langka pasti sangat mahal. Keuntungan tersendiri jika rela menjualnya.“Ya, kalau istri mau beli tas, saya jualkan mobil,”kelakarnya.PDKT kerap nongkrong di Garasi Coffee Palangka Raya sebagai markas mereka. Sebelum pandemi Covid19, kontes diorama diecast pun sempat di gelar. Namun, saat ini, kontes diorama, custom rusty, decal, repaint dan lainnya belum digelar kembali.(abe/ram )