Atlet Diwajibkan Karantina 7 Hari Setibanya di Daerah Asal
Sistem bubble sendiri, terang Dicky, adalah praktik yang cukup efektif untuk menekan penularan. Namun, pertanyaannya adalah apakah sistem tersebut sudah bisa di terapkan secara di siplin dan konsisten. Jika penerapan sistem bubble efektif, sebenarnya tidak semua orang harus di tes. Cukup sampling saja.
”Intinya, bubble itu yang di luar tidak masuk, yang di dalam tidak keluar. Atau dengan kata lain tidak ada kontak. Ini yang sulit, apalagi kalau tinggalnya terpencar,” katanya.
Soal ke disiplinan, ungkap Dicky, ada pejabat yang berkunjung ke Papua, kemudian kembali ke daerah masing-masing. Itu juga di khawatirkan lolos dari ke disiplinan penerapan protokol kesehatan (Prokes).
”Seharusnya tanpa kecuali. Tidak boleh di toleransi meskipun pejabat,” tegasnya. Saat ini yang bisa di lakukan ialah terus menguatkan 3T (testing, tracing/tracking, dan treatment). Supaya persebaran virus bisa di putus secara tuntas, harus ada pelacakan kontak yang tidak main-main. Dicky menyatakan, tidak cukup hanya 15 orang per 1 kontak positif.
Untuk mencegah persebaran dan ledakan kasus, tracing harus di lakukan pada lapis pertama (kontak erat) hingga lapis kedua dan ketiga. ”Minimal 30 orang. Tapi, saya rasa itu bisa sampai ratusan.