FILSAFAT ILMU: Etika sebagai Landasan Ilmu Pengetahuan
Oleh: Kuservina, S. Pd
PENGERTIAN etika berasal dari bahasa Yunani adalah “ethos” yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan dengan moral yang merupakan istilah dari Bahasa latin adalah “Mores” yaitu adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dalam melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari tindakan perbuatan yang buruk.
Etika adalah salah satu cabang filsafat, pengertian etika menurut filsafat adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Etika dan moral dalam tindakan atau perbuatan sehari-hari terdapat perbedaan, moral atau moralitas merupakan penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika yaitu merupakan pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Menurut Drs. H. Burhanudin Salam etika adalah cabang ilmu filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika memiliki dua macam bentuk, yaitu etika diskriptif dan etika normatif. Etika diskriptif berorientasi pada hal-hal yang bersifat realistis berhubungan dengan nilai dan perilaku manusia sesuai dengan situasi yang nyata dan konkrit serta membudaya.
Seperti halnya tentang sikap individu atau seseorang dalam menjalankan kehidupan maupun tentang keadaan-keadaan tertentu yang memungkinkan manusia untuk berperilaku yang tidak menyimpang dari etika. Mengenai etika normatif yang berorientasi pada idealitas sikap dan pola perilaku yang semestinya harus dilakukan seseorang. Etika normatif mencantumkan norma-norma yang mendasari tingkah laku atau perbuatan manusia sehingga perilakunya tidak akan keluar dari bingkai norma yang telah ada.
Keberadaan etika normatif diharapkan dapat mendorong manusia bertindak baik. Dengan demikian etika diskriptif maupun etika normatif berperan penting untuk menuntun manusia dalam mengambil sikap terutama dalam kehidupannya. Bilamana etika diskriptif mengamalkan realitas fakta dalam bersikap, maka etika normatif mengamalkan penilaian sekaligus mendasari penentuan sikap dan tindakan yang seharusnya diamalkan dalam perbuatan.
Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu menjadi aspek utama dalam seluruh perkembangan peradaban di dunia yang kemudian memengaruhi perkembangan berbagai aspek diantaranya pendidikan dan teknologi serta budaya (Wahyudi, 2016). Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berlangsung secara cepat dan menyeluruh hingga dampaknya terasa oleh umat manusia secara ambivalen (Rofiq, 2018).
Makna ambivalen yaitu bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berdampak positif dan negatif. Maka dari itu, terdapat hubungan ilmu pengetahuan dan etika yang merupakan suatu hal yang menjadi pedoman.
Pedoman etika keilmuan harus jelas mengingat kondisi saat ini sudah berbeda dengan masa lampau. Manusia memerlukan penguasaan atas ilmu pengetahuan itu sendiri sehingga fungsi ilmu benar-benar dapat teralisasi dengan baik sebagai sarana membantu dan mempermudah kehidupan manusia (Muh Irffhan Muttapa, 2021).
Demikian juga halnya etika, tanpa penguatan etika maka penguasaan ilmu akan menjadi masalah bagi manusia itu sendiri yang justru tidak memberikan rasa bahagia dan puas. Manusia yang semula memikirkan pemenuhan akan aspek materiil lama kelaman bergeser memikirkan juga pada aspek mental.
Apabila kejadian tersebut berlarut maka masa depan generasi penerus dan peradaban manusia semakin terancam. Dengan demikian manusia harus berpikir secara arif dan bijaksana dalam mengelola kehidupannya dengan mempertimbangkan etika diskriptif dan etika normatif yang ada. Oleh karena itu, filsafat ilmu bertugas dalam memberikan landasan filosofis agar manusia mampu memahami berbagai konsep teori dan kemampuan dasar pada suatu disiplin ilmu (Muh Irffhan Muttapa, 2021).
Secara subtantif filsafat memiliki fungsi pengembangan agar setiap disiplin ilmu memiliki pembekalan dan menampilkan teori subtantif dan secara teknis diorganisir dengan melalui metodologi sehingga akan diperoleh pengembangan ilmu yang dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing (Rahayu, 2015).
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berorientasi pada kerohanian dan kemanusiaan (Ningrat, 2016). Pengembangan ilmu hendaknya selalu berlandaskan pada ajaran moral dalam berkarya dan berinovasi yang berdasarkan pada nilai-nilai keimanan dan berorientasi pada kemaslahatan manusia. Pemanfaatan ilmu harusnya berlandaskan aspek etika pengguna dan pengembangan ilmu.
Pada dasarnya ilmu bersifat netral dan ketidaknetralan ilmu bergantung pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan secara ontologis dan aksiologis bahwa sejatinya manusialah yang menentukan dan memberikan penilaian tentang baik dan buruknya suatu kebenaran atau pengetahuan (Abadi, 2016) .(*)