Keputusan MK! Jaksa Boleh Ditangkap Tanpa Izin Jaksa Agung, Ini Syaratnya!
KALTENG.CO-Mahkamah Konstitusi (MK) telah menorehkan sejarah penting dalam penegakan hukum di Indonesia dengan mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan).
Putusan ini secara fundamental membatasi hak imunitas jaksa yang selama ini dianggap memiliki kekebalan mutlak dari proses hukum.
Dalam putusan perkara Nomor 15/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis (16/10/2025), MK menegaskan bahwa ketentuan mengenai imunitas jaksa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Implikasinya, Jaksa tidak lagi memiliki kekebalan mutlak yang menghalangi proses hukum terhadap mereka.
Jaksa Tak Kebal Absolut: Prinsip Persamaan di Hadapan Hukum
Inti dari putusan ini adalah penegasan kembali prinsip persamaan semua orang di hadapan hukum (equality before the law), khususnya bagi aparat penegak hukum. MK berpendapat bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada jaksa tidak boleh meniadakan prinsip ini.
Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan, yang sebelumnya mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, dinilai berpotensi menimbulkan perlakuan istimewa dan melemahkan prinsip negara hukum.
Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Pengecualian Izin Jaksa Agung
MK memberikan pengecualian yang krusial terhadap aturan wajib izin Jaksa Agung. Aparat penegak hukum kini dapat memeriksa atau menahan jaksa tanpa izin Jaksa Agung apabila:
- Tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
- Diduga kuat melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus (seperti tindak pidana korupsi).
Pengecualian ini secara tegas mengakhiri kekebalan mutlak jaksa, memastikan bahwa Jaksa yang diduga melakukan kejahatan serius atau tertangkap tangan dapat segera diproses tanpa hambatan birokrasi izin dari pimpinan.
Perlindungan Fungsional, Bukan Impunitas
Putusan ini menegaskan bahwa imunitas jaksa tidak bersifat absolut, namun merupakan perlindungan fungsional yang terbatas. Artinya, perlindungan tersebut hanya berlaku untuk menjamin independensi jaksa dalam menjalankan tugasnya secara profesional, bukan sebagai perisai hukum untuk menyalahgunakan wewenang atau melakukan tindak pidana.
Menanggapi putusan bersejarah ini, Kuasa Hukum Pemohon, Kafin Muhammad dari Themis Indonesia Law Firm, menyambut baik. Menurutnya, putusan ini adalah momentum penting untuk membangun kejaksaan yang kuat sekaligus dapat diawasi.
“Putusan ini memberikan kepastian hukum agar Kejaksaan dapat diawasi dengan supremasi hukum. Putusan ini menjadi tonggak penting terciptanya keselarasan pengaturan imunitas bagi aparat penegak hukum atau penyelenggara negara yang dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman lainnya,” kata Kafin.
Implikasi Positif
Pembatasan hak imunitas jaksa oleh MK ini membawa implikasi positif bagi sistem hukum di Indonesia:
- Penguatan Pengawasan: Membuka ruang bagi pengawasan yang lebih efektif dan akuntabel terhadap kinerja Kejaksaan.
- Penerapan Equality Before the Law: Mengimplementasikan secara nyata prinsip bahwa tidak ada warga negara, termasuk penegak hukum, yang kebal dari hukum.
- Peningkatan Integritas Kejaksaan: Mendorong jaksa untuk bekerja secara profesional dan berintegritas karena adanya risiko penindakan langsung jika melakukan pelanggaran berat.
Putusan MK ini menjadi babak baru dalam upaya penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan berlandaskan pada prinsip keadilan bagi semua. (*/tur)




