BeritaNASIONAL

Status P3K Tidak Lagi Kontrak: DPR Buka Kemungkinan Alih Status Jadi PNS Tahun Depan

KALTENG.CO-Nasib jutaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di seluruh Indonesia berpotensi mengalami perubahan status yang drastis tahun depan.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi membuka peluang agar status P3K dialihkan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Kabar baik ini datang setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU ASN masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Proses pembahasannya akan segera digulirkan oleh Komisi II DPR RI.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Reni Astuti, menegaskan bahwa momentum revisi ini sangat krusial untuk memberikan kejelasan dan keadilan bagi jutaan tenaga P3K yang selama ini telah mengabdi kepada negara.

“Silakan memberikan saran dan masukan kepada Komisi II yang nantinya membahas, apakah memang P3K sudah semestinya menjadi PNS,” kata Reni dalam diskusi Forum Legislasi di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (15/10).

Mengatasi Ketimpangan Kesejahteraan P3K

Tujuan utama dari usulan perubahan status ini adalah mengatasi ketimpangan yang selama ini menjadi polemik antara PNS dan P3K. Meskipun kedua status tersebut sama-sama dikategorikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), nyatanya ada perbedaan mencolok yang dirasakan P3K.

Perbedaan Ketimpangan Utama:

  1. Hak Keuangan dan Tunjangan: Meskipun gaji P3K di beberapa kasus setara, mereka seringkali tidak menikmati tunjangan dan skema jaminan yang setara dengan PNS.
  2. Jaminan Pensiun: Perbedaan paling mendasar adalah ketiadaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua bagi P3K, sedangkan PNS memiliki hak atas skema pensiun yang signifikan.
  3. Jenjang Karier: P3K terikat pada perjanjian kerja dengan masa tugas terbatas, sehingga jenjang karier mereka tidak sejelas dan seluas PNS.

Reni Astuti secara khusus menyoroti kondisi P3K, terutama dari kalangan guru dan tenaga kesehatan, yang banyak di antaranya adalah mantan tenaga honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun sebelum diangkat. “Kebijakan kesejahteraan mereka masih timpang,” ujarnya, menekankan pentingnya pengakuan penuh atas pengabdian tersebut.

Faktor Penentu: Kemampuan Fiskal Negara

Meskipun DPR membuka pintu lebar bagi perubahan status ini, Reni Astuti realistis mengenai faktor penentu utamanya: kemampuan fiskal negara. Pengalihan status P3K menjadi PNS akan berimplikasi langsung pada anggaran negara, terutama terkait alokasi jaminan pensiun dan tunjangan hari tua.

“Kalau memang negara mampu, bukan tidak mungkin P3K secara bertahap bisa diangkat menjadi PNS, sebagaimana dulu sistem ASN hanya terdiri dari PNS,” jelas Reni.

Oleh karena itu, keberhasilan reformasi ini sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kemampuan Pemerintah dalam menjaga keuangan negara.

Sinyal Reformasi Birokrasi yang Lebih Adil

Revisi UU ASN 2025 ini disebut-sebut sebagai peluang emas untuk menata ulang sistem kepegawaian nasional menuju birokrasi yang lebih adil dan inklusif.

Jika usulan alih status ini terealisasi, jutaan tenaga P3K akan mendapatkan perlindungan dan hak yang setara dengan PNS. Langkah ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan individu, tetapi juga:

  • Penguatan Kualitas Layanan Publik: Dengan status yang lebih pasti, P3K (terutama guru dan tenaga kesehatan) diharapkan dapat bekerja dengan motivasi dan fokus yang lebih tinggi.
  • Kejelasan Status: Menghapus ketidakpastian kerja dan mengurangi polemik status pegawai di masa depan.

Secara keseluruhan, pembahasan RUU ASN ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah dan DPR berkomitmen untuk menciptakan sistem ASN yang profesional, berkeadilan, dan menghargai setiap pengabdian aparatur sipil negara. Semua pihak, terutama P3K, kini menanti dengan harapan penuh hasil akhir dari revisi undang-undang ini. (*/tur)

Related Articles

Back to top button