Berita

Rp1 Miliar Belum Dibayar

PALANGKA RAYA, kalteng.co -Beban pembayaran dana penanganan kasus pasien Covid-19 memang dapat diklaim ke pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Akan tetapi, belum lama ini Kemenkes menunda pembayaran klaim yang diajukan rumah sakit (RS). Hal ini diakui Direktur Rumah Sakit Umum dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya, dr Yayu Indiriaty.

Dikatakan Yayu, per Jumat (24/7) lalu pihaknya mendapat surat dari Kemenkes bahwa ada pengalihan anggaran l, sehingga seluruh klaim tidak bisa disetorkan ke RS yang sudah disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang memiliki wewenang memverifikasi sebelum klaim diajukan kepada Kemenkes.

“Saya tidak tahu masalah di pusat seperti apa, tetapi pada intinya tidak bisa setorkan dana klaim yang sudah diverifikasi BPJS,” kata Yayu saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin sore (27/7).

Diungkapkannya, pihaknya memang sudah mengajukan klaim dengan nominal yang sudah dirincikan oleh BPJS Kesehatan Palangka Raya. Total klaim Rp1,9 miliar. Sebelum keluarnya surat tersebut, dana yang sudah dicairkan sekitar Rp900 juta. Kemudian terjadi penundaan.

“Dengan demikian, dari Rp1,9 miliar dana yang kami klaim, hanya Rp900 juta saja yang disetorkan ke RS, sedangkan Rp1 miliar belum kami terima,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakannya, dana Rp1,9 miliar yang diajukan klaim itu hanya pasien-pasien awal yang dirawat di RSDS. Karena pengisian data di-input melalui sistem, maka untuk pasien-pasien lainnya hingga saat ini belum mencapai tahap pencairan.

“Rp1,9 miliar yang kami ajukan klaim hanya pasien awal yang kami rawat dari kasus pertama dan beberapa lainnya dengan perawatan yang lebih dari satu bulan. Dan seluruhnya masuk ICU,” jelas Yayu.

Pihaknya menyebut, selama ini masih banyak pasien yang tidak dapat diajukan klaim karena tidak memenuhi kriteria. Persoalan yang sering ditemukan yakni pasien tidak memiliki kartu identitas (KTP). Padahal KTP menjadi salah satu syarat penting. Minimal memiliki KK, karena harus dicantumkan NIK.

“Yang menentukan besaran pasien untuk diajukan klaim itu hanya BPJS. Kami hanya menyampaikan diagnosis, alat yang digunakan, dan hal lainnya yang bersifat melaporkan selama perawatan. Yang menentukan nominal itu BPJS. BPJS pun tidak menerima pasien yang tidak memiliki NIK, karena seperti itulah panduan dari Kemenkes,” bebernya.

Untuk rumah sakit sendiri, lanjutan Yayu, sampai saat ini masih konsentrasi memberikan pelayanan kepada pasien. Perihal klaim dana adalah masalah paling terakhir yang akan dipikirkan setelah pasien dipulangkan.

“Meski belum dicairkannya klaim dana dari pemerintah pusat ini, kami tetap memberikan pelayanan yang terbaik, lantaran kami juga didukung oleh dana belanja tidak terduga (BTT) dari pemerintah daerah, dalam hal ini Pemprov Kalteng,” ucap mantan kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng ini.

Dana BTT ini dapat dimaksimalkan untuk belanja keperluan. Juga menggunakan dana BLUD RSDS. Untuk hal-hal yang memerlukan dana cukup besar, seperti pembangunan fisik, membuat zonasi RS, dan lain-lain, sejauh ini RS menggunakan dana dari pemerintah daerah. “Sementara untuk keperluan lain yang masih rendah, seperti makan pasien, kami menggunakan dana BLUD,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Palangka Raya Muhammad Masrur Ridwan mengatakan, BPJS ditugaskan pemerintah dalam kasus Covid-19 ini yakni verifikasi dana yang telah dirincikan oleh RS dalam menangani pasien. Tujuannya untuk mengetahui apakah dana yang dirincikan RS tersebut laik bayar oleh Kemenkes RI.

“Rincian dana yang dihabiskan RS dalam merawat pasien itu kami verifikasi kelaikannya, kemudian disampaikan kepada Kemenkes untuk dapat klaim, yakni membayar kepada RS yang merawat pasien Covid-19,” katanya.  

Diungkapkannya, sebelum BPJS selesai melakukan verifikasi, pihak RS dapat mengajukan klaim dana di awal, dengan jumlah 50 persen. Selanjutnya, setelah dilakukan verifikasi oleh BPJS Kesehatan, maka dana akan dibayarkan sepenuhnya oleh Kemenkes.

“Klaim di awal 50 persen bisa diajukan ketika sudah selesai melakukan seluruh perawatan kepada pasien. Rekapan penggunaan dana juga harus ditembuskan kepada dinas kesehatan,” ungkapnya.

Apabila, lanjut dia, dalam verifikasi oleh BPJS Kesehatan ditemukan ketidaklayakan, maka kemungkinan pembayaran dana dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda). Lantaran, untuk kasus Covid-19 yang tidak terbayarkan oleh pusat, menjadi tanggungan daerah. Daerah pun sudah memiliki anggaran untuk bidang kesehatan dalam penanganan Covid-19.

“Selama ini rekaman yang kami verifikasi sudah sekitar 80 hingga 90 persen. Sisanya masih ditunda karena harus dilengkapi sesuai pedoman,” tegasnya.

Sementara itu, Kemenkes telah menerbitkan petunjuk teknis klaim bagi rumah sakit yang merawat pasien dengan penyakit infeksi emerging (PIE). Petunjuk teknis itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI Nomor HK.01/07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

“Dalam KMK yang baru itu dirincikan peran dan fungsi dari kementerian, lembaga, dan badan yang terlibat,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Widyawati.

Lembaga yang terlibat dalam penanganan Covid-19 antara lain Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dinas kesehatan, dan rumah sakit.

Menurutnya, pembiayaan pasien yang dirawat dengan PIE dapat diklaim ke Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan. Ada berbagai kriteria yang harus dipenuhi bagi mereka yang mendapatkan fasilitas klaim. Untuk pasien rawat jalan yang tergolong suspek, harus melampirkan bukti pemeriksaan laboratorium darah rutin dan X-ray foto bagian thorax atau dada. Sedangkan untuk pasien rawat jalan yang termasuk pasien konfirmasi Covid-19, harus melampirkan bukti hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR dari rumah sakit atau dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Sementara, untuk pasien rawat inap berbeda. Bisa diklaim jika pasien tersebut termasuk dalam kondisi pasien suspek, probable, atau konfirmasi. “Kriteria pasien rawat jalan dan rawat inap berlaku bagi warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA),” ungkapnya.

Widyawati mengingatkan bahwa rumah sakit yang dapat melakukan klaim biaya penanganan Covid-19 adalah rumah sakit rujukan yang ditunjuk. Bisa juga rumah sakit lain yang memiliki fasilitas untuk melakukan pelayanan kesehatan rujukan pasien. Termasuk rumah sakit lapangan atau rumah sakit darurat. Pelayanan yang dapat dibiayai dalam penanganan pasien Covid-19 antara lain administrasi pelayanan, akomodasi, jasa dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, dan pemeriksaan penunjang diagnosis, termasuk bahan medis habis pakai, obat-obatan, alat kesehatan, ambulans rujukan, pemulasaraan jenazah, dan pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis. (abw/ce/ala)

Related Articles

Back to top button