KALTENG.CO-Riki Firmandha Ibrahim, mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) dan anggota Dewan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), secara tegas menolak masuknya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Menurutnya, hal ini berpotensi merugikan negara dan masyarakat. “Klausul power wheeling sudah dua kali dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, jadi mengapa masih terus didorong masuk ke dalam RUU EBET?” tegas Riki, Rabu (11/9/2024).
Ia khawatir skema ini akan membuka peluang bagi pihak swasta untuk menguasai pasar listrik dan berpotensi meningkatkan tarif dasar listrik.
Riki menjelaskan, power wheeling memungkinkan produsen listrik menjual langsung ke konsumen tanpa melalui jaringan distribusi yang ada. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan harga listrik yang signifikan dan mempersulit pemerintah dalam mengatur tarif dasar listrik.
“Proses distribusi yang kompleks akibat power wheeling akan membuat biaya energi semakin mahal dan memberatkan masyarakat,” ujar Riki.
Sebagai gantinya, Riki mengusulkan agar pemerintah fokus memberikan insentif kepada pengembang energi baru terbarukan (EBT). Dengan begitu, pengembangan EBT di Indonesia dapat berjalan lebih cepat dan berkelanjutan.
“Insentif yang tepat akan mendorong investasi di sektor EBT dan pada akhirnya akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan perekonomian negara,” tambahnya.
Riki juga menyoroti pentingnya pajak karbon dalam RUU EBET. Ia yakin pajak karbon dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan energi bersih. Namun, ia mengingatkan agar penerapan pajak karbon tidak membebani masyarakat dengan kenaikan tarif listrik.
“Pemerintah harus memastikan bahwa manfaat dari pajak karbon dapat dinikmati oleh masyarakat, misalnya melalui program-program yang mendukung transisi energi,” tegas Riki. (*/tur)