Ketua Koperasi Angkat Bicara
Anggota Koperasi Kemudian Menjadi Petani Plasma
Masyarakat pengelola kemudian menjadi petani plasma. Sebagai ketua koperasi induk, H. Rere di tunjuk oleh 6 koperasi yang ada di desa sekitar kebun sebagai wakil yang mengurus penyerahan lahan dan semua hal yang terkait administrasi.
Anggota koperasi itu kemudian menjadi petani plasma yang sampai dengan hari ini masih bekerja sama dengan PT. NAL. Rere menduga, langkah rekan- rekannya yang menuntut ke PT. NAL itu terjadi karena tidak mengerti proses yang sudah di lalui.
Di samping itu, menurutnya, ada oknum yang memberi informasi salah
dan mengumbar janji-janji manis jika tuntutan itu berhasil di penuhi. “Bisa juga ada masalah kecemburuan sosial, apalagi hasil yang bisa di nikmati anggota koperasi plasma sudah mulai terasa tinggi, sehingga mungkin menimbulkan rasa tidak senang atau iri hati,” pungkasnya.
Seperti di ketahui, sengketa lahan antara masyarakat dengan PT. NAL kembali mencuat. Masa menggeruduk Kantor PT. NAL untuk menyampaikan beberapa tuntutan. Bahkan memaksa perusahaan itu menghentikan aktivitas di lokasi sengketa terhitung Kamis (3/2). Keputusan penghentian operasional ini di ambil berdasarkan kesepakatan pertemuan antara pihak PT NAL dengan perwakilan warga, Rabu malam (2/2).
Salah satu perwakilan warga, Syahrudin mengatakan pihaknya merasa kecewa dengan perusahaan karena tidak memenuhi hak dan kewajiban. Perusahaan di sebut-sebut menggunakan lahan dan menjalankan usaha di wilayah desa mereka tanpa ada kontribusi untuk masyarakat.
“Apa bedanya kami dengan warga desa lain, sementara kami juga punya lahan di situ, kami juga punya hak yang sama, kenapa yang lain dapat (plasma) tapi kami tidak, padahal kami warga asli desa ini, di mana rasa keadilan itu. Kami datang ke sini bukan untuk mencari kekayaan, tapi untuk keadilan,” kata Syahrudin.
Menyikapi tuntutan masyarakat, PT. NAL mengakui keterlanjuran menggarap lahan di luar HGU saat awal membuka lahan sehingga
menimbulkan sengketa.