Ketua Koperasi Angkat Bicara
HGU Yang Terbit Saat Itu
Hanya 6.700-an Lebih
Terjadinya penggarapan di atas lahan tersebut setelah perusahaan
mengantongi izin lokasi yang di keluarkan oleh bupati. Atas dasar
izin lokasi itulah, PT. NAL berani membuka lahan.
Namun dalam perjalanannya, luas lahan yang di garap berdasarkan izin lokasi dan Hak Guna Usaha (HGU) yang di terbitkan, ternyata berbeda. “Secara singkat permasalahan tersebut terjadi saat perusahaan mendapat izin lokasi dari bupati seluas 9.000 hektare. Setelah kami dapat izin lokasi, lahan itulah yang kami kelola,” ujar Humas PT NAL Hidayatusya’ban kepada wartawan, Kamis (4/2).
Setelah mengatongi izin lokasi dan mengelola lahan tersebut, PT. NAL kemudian mengajukan HGU untuk lahan tersebut, tapi yang terbit tidak sampai 9.000 hektare. “HGU yang terbit saat itu hanya 6.700-an lebih, sehingga masih ada lahan di luar HGU yang masuk wilayah perusahaan,” jelasnya.
Lahan inilah yang kemudian bermasalah dan di respons oleh pemerintah
daerah melalui bupati, yang saat itu meminta agar lahan overlay itu di serahkan kembali ke masyarakat. Kemudian bupati menerbitkan SK dan menunjuk Kelompok Tani (Poktan) Batanggui Lestari untuk mengelola lahan tersebut.
“Selanjutnya pada 2018 perusahaan menyerahkan lahan itu kepada kelompok tani berdasarkan SK bupati,” imbuhnya. Menurut Hidayat, sejatinya PT. NAL sudah tidak punya kewenangan lagi terhadap lahan tersebut.
Karena itu, tuntutan warga kepada PT NAL di anggap salah sasaran. “Warga yang keberatan harusnya menyampaikan tuntutan kepada pihak kelompok tani ataupun pemda, karena kami sudah menyerahkan lahan itu kepada kelompok tani berdasarkan SK bupati,” tegasnya. (lan/ce/ala)