NASIONAL

Subsidi Elpiji dan Solar Bak “Gula”, Sigit K Yunianto Soroti Pengawasan dan Dampaknya bagi Masyarakat

JAKARTA, Kalteng.co – Subsidi yang diberikan oleh pemerintah terhadap berbagai kebutuhan dasar masyarakat, seperti gas elpiji 3 kg dan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, diibaratkan sebagai “gula” oleh Anggota Komisi XII DPR RI, Sigit Karyawan Yunianto. Ia mengkhawatirkan adanya oknum pengawas yang justru ingin ikut menikmati keuntungan dari subsidi tersebut.

“Berbicara soal subsidi, saya teringat gula, dan ini gula yang sangat manis. Saya khawatir, kita yang sebagai pengawas ini justru ingin menikmati gula itu,” ujar Sigit dalam Rapat Kerja bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), Senin (03/02/2025).

Dalam kesempatan itu, Sigit juga menanggapi kebijakan Kementerian ESDM yang berencana mengakomodasi para pengecer gas elpiji ke dalam sistem distribusi resmi. Ia menilai langkah ini sangat tepat, mengingat para pengecer selama ini menggantungkan hidup dari penjualan gas elpiji dan tidak seharusnya dijadikan kambing hitam dalam permasalahan distribusi.

https://kalteng.cohttps://kalteng.co

“Para pengecer ini menurut kami bisa dijadikan sub-pangkalan. Ini adalah terobosan yang baik dan bisa menjadi solusi dalam pendistribusian elpiji 3 kg,” ujar Sigit.

Lebih lanjut, Sigit menyampaikan hasil temuannya di lapangan saat melakukan reses di beberapa wilayah di Kabupaten Katingan, seperti Desa Luwuk Tawang dan Desa Jaya Makmur. Ia menemukan bahwa harga jual elpiji 3 kg di masyarakat mencapai Rp50.000 per tabung, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

“Kendati harga cukup tinggi, masyarakat di sana tetap membeli karena kebutuhan. Selain itu, keberadaannya juga langka,” ungkapnya.

Melihat kondisi tersebut, Sigit menilai bahwa pengawasan terhadap distribusi elpiji bersubsidi masih lemah dan belum berjalan secara optimal. Ia menyoroti kegagalan pengawas dalam memastikan subsidi tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak.

Selain menyoroti gas elpiji, Sigit juga membahas persoalan solar subsidi, khususnya bagi para nelayan di Kalimantan Tengah. Ia menyarankan agar Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Nelayan (SPBUN) dapat dikembangkan lebih banyak, guna memastikan nelayan memiliki akses yang lebih mudah terhadap BBM bersubsidi.

“Nelayan kami di Kalteng saat ini terpaksa menggunakan oli bekas yang dicampur dengan solar karena sulitnya mendapatkan solar subsidi. Akibatnya, setiap bulan mereka harus turun mesin dan mengganti mesin baru lagi karena bahan bakar yang digunakan tidak layak,” bebernya.

Di akhir penyampaiannya, Sigit juga menyinggung isu lingkungan hidup, khususnya mengenai deforestasi di Kalimantan Tengah yang ia nilai semakin mengkhawatirkan.

“Dulu, di Kalteng hampir tidak pernah terjadi banjir besar. Tapi sekarang, ketinggian banjir di permukiman warga bisa mencapai atap rumah. Ini jelas akibat dari pembukaan lahan besar-besaran, baik untuk perkebunan maupun pertambangan,” ujarnya.

Sebagai solusi, Sigit mengusulkan agar program penghijauan serta pengerukan sungai dimasukkan ke dalam program prioritas pemerintah. Ia menilai langkah tersebut sangat penting untuk mengurangi dampak deforestasi dan mencegah bencana lingkungan yang lebih parah di masa mendatang. (pra)

EDITOR : TOPAN

Related Articles

Back to top button