PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Sengketa lahan di Jalan Hiu Putih Palangka Raya kembali berlangsung. Perseteruan antara Suratno selaku penggugat dan Madie G Sius selaku tergugat terus bergulir.
Dengan di jaga ketat petugas Polresta Palangka Raya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya melakukan sidang. Kegiatan itu beragendakan pengecekan lokasi perkara yang berada di Jalan Hiu Putih, Jumat (2/7/2021) pagi.
Kegiatan pengecekan lokasi itu di pimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya, Etri Widiaty. Ia memimpin langsung jalannya persidangan dengan mengecek langsung lokasi lahan yang bersengketa.
“Kedatangan kami di sini hanyalah untuk melakukan pemeriksaan objek yang bersengketa. Jika masing-masing kubu ingin melakukan pembuktian maupun pembelaan, itu bisa dilakukan saat waktu persidangan,” ucapnya kepada seluruh warga yang hadir pada saat itu.
Puluhan warga Jalan Hiu Putih dan pemilik sertifikat saat itu berdatangan ke lokasi. Keriuhan sempat terjadi. Petugas dengan bijaksana meminta kekooperatifan masyarakat agar agenda ini berjalan lancar. Selain itu protokol kesehatan (Prokes) juga di kedepankan.
Saat berjalannya sidang, sejumlah pertanyaan di lontarkan oleh Majelis Hakim, baik itu kepada penggugat ataupun tergugat. Seperti halnya terkait batas-batas lahan pada terbitnya sertifikat hingga asal muasal kepemilikan lahan.
Pihak tergugat, Madie G Sius, mengatakan, jika pihaknya akan terus mengikuti jalur persidangan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Di dalam gugatan di sebutkan bahwa Jalan Hiu Putih ini pada dulunya adalah Jalan Arwana. Tetapi saat penbuktian, ia (Penggugat, Red) tidak dapat menunjukkan bukti surat mengenai dua nama jalan tersebut,” bebernya.
Dalam hal ini pihaknya mempertanyakan terkait sengketa lahan di Jalan Hiu Putih padahal di sertifikat objeknya berada di Jalan Arwana. Tergugat juga mempertanyakan munculnya sertifikat padahal di Jalan Hiu Putih masih berstatus sebagai kawasan hutan.
“Sesuai undang-undang dan regulasi tidak bisa sertifikat di terbitkan jika berada di kawasan hutan. Ini yang perlu kami tegaskan dan pertanyakan pada majelis hakim,” pungkasnya.(fiq)