Tak Berkategori

Polresta Tetapkan Lima Tersangka

PALANGKA RAYA, kalteng.co – Polresta Palangka Raya menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus penganiayaan. Terancam hukuman penjara 2 tahun 8 bulan sesuai Pasal 351 dan Pasal 170 KUHP. Mereka adalah ZT, CA, ABP, TA, dan PN. Penetapan itu ditegaskan lagi Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Dwi Tunggal Jaladri sore kemarin (22/7). Sebelumnya, saat rilis siang hari, status kelima orang itu masih sebagai calon tersangka.

“Sudah kami tetapkan lima tersangka pada pukul 15.00 WIB,” tulisnya melalui pesan WhatsApp, tadi malam.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pihaknya, ZT mengaku telah melakukan pemukulan satu kali ke bagian wajah tim pemulasaran dan mendorong sebanyak dua kali. Namun, pemukulan itu tidak mengenali wajah korban, karena saat itu tim pemulasaran mengenakan alat pelindung diri.

Tersangka CA mengaku satu kali memukul bagian wajah petugas. Sementara tersangka TA, PN, dan ABP mengaku hanya ikut-ikutan mengeroyok. Hasil pemeriksaan terhadap para tersangka itu akan disinkronkan dengan hasil pemeriksaan terhadap para korban.

“Mereka (para tersangka, red) cukup kooperatif dalam memberikan keterangan. Kami sudah lakukan pemeriksaan secara intensif di Mapolresta Palangka Raya,” kata kapolresta.

Persoalan ini menjadi atensi Presiden RI, Kapolri, dan Kapolda Kalteng. Jika terjadi penganiayaan atau hal-hal lain terhadap para relawan Covid-19 yang sedang melaksanakan tugas, maka harus ditangani secara serius. “Untuk kasus ini, Polresta Palangka Raya beserta jajaran cukup intens dalam melakukan penyidikan,” tegasnya.

“Dari pemeriksaan diketahui bahwa pemukulan terjadi hanya karena permasalahan lokasi untuk pemakaman jenazah. Sebenarnya permasalahan ini terjadi karena kurangnya koordinasi antarpihak,” jelasnya.

Ditanya apakah pihak RS PKU Muhammadiyah meminta bantuan pengawalan, Jaladri menyebut, sejauh ini semua di rumah sakit se-Kota Palangka Raya selalu ada personel kepolisian yang berjaga. Setiap ada pasien yang meninggal, langsung diketahui. Untuk pengawalan, personel kepolisian selalu stand by.

“Dari hasil konfirmasi ke personel yang berjaga di rumah sakit tersebut, tidak ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk pengawalan menuju tempat pemakaman,” tandasnya.

Terpisah, Sutikno, suami dari almarhumah Hartini Sariti, mengaku sampai saat ini belum menerima surat resmi hasil tes swab dari RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya. “Saya hanya ingin tahu hasilnya seperti apa. Karena semua keluarga yang lain juga pasti ingin tahu hasilnya bagaimana,” katanya kepada awak media ketika ditemui di kediamannya.

Sutikno mengaku pernah menandatangani dokumen surat-menyurat yang disodorkan pihak rumah sakit. Namun, ia sendiri tak mengetahui detail dokumen yang ditandatanganinya itu.

“Saya enggak baca semua, hanya berdasarkan keterangan singkat yang diberikan dokter saat itu,” tutur pria berusia 60 tahun ini.

Pada malam harinya, Sutikno mengonfirmasi melalui sambungan telepon, jika surat yang ditandatangani itu, menurut pihak rumah sakit, merupakan surat edukasi penanganan Covid-19.

Dilihat dari rilis Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Kalteng yang diterima Kalteng Pos, suami almarhumah telah menandatangani surat pernyataan bermaterai, yang intinya menyatakan bahwa pihak keluarga memahami dan tidak keberatan jkika pasien dirawat menggunakan prosedur Covid-19, termasuk jika yang bersangkutan meninggal dunia.

Dijelaskan lagi oleh Sutikno, sebelumnya ia sempat diberi tahu oleh dokter bahwa kondisi istrinya makin menurun. Tubuh istrinya terus melemah hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia. Saat itu Sutikno tak diperbolehkan oleh pihak rumah sakit untuk melihat jenazah dengan alsana karena tidak menggunakan baju hazmat.

“Waktu dinyatakan meninggal dunia, tidak diberitahu penyebabnya apa. Karena dalam keadaan panik, saya juga tidak sempat bertanya kepada mereka,” pungkasnya.

Sutikno pun mendatangi ke rumah sakit sore harinya. Diberitahu hasil tes swab istrinya. “Kami (keluarga, red) sudah mendatangi rumah sakit. Cuma hasil swab secara tertulis belum diterima, hanya secara lisan. Dinyatakan negatif. Untuk print out hasilnya, nanti malam (tadi malam, red) katanya akan dikabari lagi ke pihak keluarga,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Soal Kasus di TPU, MCCC Kalteng Beri Tanggapan

Petugas pemulasaran dari MCCC Kalteng mengirimkan rilis ke Redaksi Kalteng Pos, kemarin sore (22/7), berisikan tanggapan atas kejadian di TPU Jalan Tjilik Riwut Km 12. Ada pernyataan yang disanggah. Yakni pihak keluarga meminta agar sebelum jenazah dikuburkan, terlebih dahulu dibacakan ayat suci Al-Qu’ran.

Berdasarkan penjelasan dari korban penganiayaan, tidak benar jika ada permintaan dari keluarga almarhumah untuk melafalkan azan dan membaca ayat Al- Qur’an sebelum atau saat proses penguburan. Apalagi jika disebutkan ada larangan untuk pihak keluarga melafalkan azan dan membaca ayat Al-Qur’an.

Saat di RSI PKU Muhammadiyah, jenazah disalatkan. Pihak keluarga pun ikut serta. Saat berangkat ke pemakaman, suami almarhumah juga berada dalam mobil ambulans.

Ketika jenazah dikeluarkan dari dalam mobil, anak almarhumah sempat mempertanyakan mengapa dimakamkan di sini (lokasi pemakaman). Ketua tim pemulasaran langsung memberi penjelasan bahwa sesuai penjelasan rumah sakit bahwa almarhumah koban Covid-19 dan diarahkan ke tempat penguburan yang sudah disiapkan.

Pengelola makam juga mengatakan hal yang sama. Ketua tim pemulasaran juga menanyakan ke pihak keluarga, mengapa tak menyampaikan keberatan itu saat masih berada di rumah sakit. Suami almarhumah mengatakan agar meneruskan penguburannya. Atas dasar itu tim pemulasaran lanjut bekerja. Sampai akhirnya anak almarhumah berteriak histeris sembari menyebut ibunya bukan korban Covid. Terjadilah penganiayaan terhadap tim pemulasaran. Korban penganiayaan dibawa ke rumah sakit. Negosiasi dilakukan antara pihak keluarga dan kepolisian. Atas persetujuan kapolresta, tempat penguburan jenazah dipindahkan ke pemakaman umum yang masih dalam lingkup kompleks TPU Muslim.

Pada penguburan kedua inilah ada permintaan melafalkan azan dan membacakan Al-Qur’an. Dan permintaan itu dipenuhi.

Keadilan untuk Semua Pihak ————————-judul baru

Ketua LBH Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Palangka Raya Suriansyah Halim menyayangkan aksi pemukulan oleh keluarga almarhumah Hartini Sariti kepada tim pemulasaran jenazah. Namun, di balik kejadian itu, ia meyakini ada kemungkinan kurangnya komunikasi antara RSI PKU Muhammadiyah dengan pihak keluarga pasein.

“Aksi pemukulan itu salah dan bisa dipidanakan. Namun, alangkah baiknya jika pihak kepolisian juga melihat keseluruhan kejadian dari awal almarhumah masuk ke rumah sakit sampai adanya kejadian di lokasi pemakaman,” ucapnya. Hal tersebut dinilainya sebagai suatu rangkaian kejadian. Polisi dapat dengan bijaksana menilai di mana letak kesalahan sehingga menyebabkan terjadi pemukulan tersebut oleh pihak keluarga.

“Dalam kasus ini polisi berperan menjadi jembatan, sehingga terciptanya keadilan bagi semua pihak. Bukan hanya melihat dari segi perbuatan saja, tetapi juga melihat sebabnya perbuatan itu sebagai bagian dari pertimbangan,” ucap Suriansyah.

Selain itu, lanjutnya, pihak rumah sakit harusnya lebih bersabar dalam melakukan proses pemakaman, menunggu hingga hasil swab keluar, jika benar hanya dalam waktu dua jam hasilnya sudah bisa diketahui. Hasil tes swab tersebut adalah kepastian dari penyebab meninggalnya pasien.

“Karena hasil tes swab sangat menentukan terkait tata cara penguburan jenazah,” ujar pengacara yang juga menjabat ketua DPC PPKHI Palangka Raya ini.

Sementara itu, menurut Aryo Nugroho dari LBH Palangka Raya, kejadian pemukulan saat pemakaman itu sebagai tanda mulai melemahnya pemerintah daerah memberikan informasi yang benar soal Covid-19. Menurut Aryo, berkaca dari kasus ini, pemerintah daerah perlu memperjelas lagi standar operasional yang harus dijalankan oleh rumah sakit berkenaan dengan pemeriksaan Covid-19.  Hal ini untuk melihat kemungkinan adanya penyimpangan.

“Kita harus memahami status keluarga yang tengah berduka, ditambah lagi terkait persoalan hasil tes swab yang belum ada. Di sisi lain, kita juga tidak bisa menyalahkan para nakes, karena mereka hanya menjalankan prosedur protokol kesehatan,” ujar Aryo saat dihubungi lewat sambungan telepon. (oiq/sja/ce/ram)

Related Articles

Back to top button