Masalah Gigi Tak Rapi, Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Masih Beranggapan Bukan Prioritas
KALTENG.CO-Memiliki gigi yang tersusun dengan rapi, bukan ditentukan keturunan. Kondisi ini sangat tergantung dari perawatan dan pemeliharaan gigi sejak dini.
Sayangnnya, bagi masyarakat ini Indonesia, masalah gigi ini masih belum banyak disadari. Sehingga, banyak yang merasa baik-baik saja dengan kondisi giginya. Tidak dianggap masalah, sehingga tidak menjadi prioritas dalam perawatannya.
Padahal, bagi orang di sekitarnya sangat menganggu pemandangan, dan membuat orang di sekitarnya juga agak risih saat harus bertatapan langsung secara personal.
Senyum sempurna dengan susunan gigi yang rapi belum menjadi prioritas bagi sebagian besar orang Indonesia. Padahal dengan senyum dan menunjukkan barisan gigi yang rapi, dapat membuat seseorang lebih percaya diri.
Dokter Gigi drg. Stephanie Adelia Susanto, MM, Sp. Ort, Co-founder dan Chief Orthohontist Klar Smile mengungkapkan masalah gigi tak rapi itu disebut dengan istilah maloklusi (posisi atau susunan gigi dan rahang yang tidak normal). Dan hal ini kerap diabaikan karena dianggap tidak terlihat secara kasat mata.
“Padahal selain menimbulkan gangguan bicara, maloklusi bisa berdampak pada kesehatan seseorang,” kata drg. Stephanie Adelia Susanto, MM, Sp. Ort kepada wartawan baru-baru ini.
“Survei menyebutkan 4 dari 5 orang di Indonesia mengalami masalah gigi tidak rapi (maloklusi),” jelasnya.
Dampak Gigi Tak Rapi
Menurut drg. Stephanie, gigi tidak rapi masih sering diabaikan karena masyarakat Indonesia belum terlalu memahami dampak buruk yang bisa muncul dari gigi tidak rapi.
Bagi kesehatan gigi dan mulut sendiri, riset membuktikan gigi tidak rapi dapat meningkatkan risiko gigi berlubang secara signifikan, dikarenakan plak gigi yang lebih mudah menempel dan lebih sulit untuk dibersihkan.
“Selain itu, gigi yang tidak rapi akan menyebabkan beban pengunyahan menjadi tidak seimbang, yang berakibat gigi menjadi lebih mudah pecah dan meningkatkan resiko ompong,” katanya.
Bagi kesehatan secara keseluruhan, gigi yang tidak rapi akan membuat proses pengunyahan terganggu, yang kemudian akan berdampak negatif terhadap asupan gizi.
Selain itu, proses pengunyahan yang tidak optimal akan berdampak pada saluran pencernaan, terutama lambung dan usus yang bekerja terlalu berat.
Selain gizi dan saluran pencernaan, riset juga membuktikan bahwa proses pengunyahan dapat menghasilkan sejumlah besar informasi sensorik pada otak, dan menjaga fungsi belajar dan mengingat.
Jika disfungsi mastikasi ini dibiarkan, bisa berpotensi mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif seseorang.
Kurang Percaya Diri
Selain berpengaruh pada kesehatan, orang dengan gigi tidak rapi, sering merasa kurang percaya diri terhadap penampilan mereka, sehingga aktivitas normal seperti tertawa di depan umum, bertemu dengan teman-teman dan membangun hubungan personal terbatasi.
Tak dapat dipungkiri, rasa nyaman terhadap kondisi fisik turut mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, termasuk estetika gigi yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap daya tarik wajah, dimana lawan bicara pertama kali akan memperhatikan mata dan senyuman pembicara.
“Bahkan menurut penelitian di tahun 2011, dampak dari kondisi kesehatan gigi dan mulut pada kepuasan seseorang dengan penampilan mereka, dapat mengakibatkan rasa malu di dalam lingkungan sosial dan penurunan psikososial,” katanya. (*/tur)