AKHIR PEKANBeritaGaleriOPINI

Republik Rekayasa

Sepanjang Sejarah

Sudah terlalu lama kita hidup dalam kepura-puraan, menutup mata atas berbagai rekayasa di sepanjang 77 tahun usia republik. Polisi dan berbagai rekayasa yang mereka lakukan hanya salah satu bagian dari begitu banyak proyek rekayasa di negeri ini.

Di negara hukum yang segala sesuatu harus berdasar aturan perundang-undangan, rekayasa pun dilakukan dengan merancang undang-undang dan peraturan yang paling menguntungkan bagi penguasa. Dalam beberapa tahun terakhir, kita mencatat proses legislasi yang bermasalah, baik dari prosedurnya maupun substansinya.

Pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi, misalnya, secara sah dilakukan melalui revisi UU KPK, melawan berbagai protes dari masyarakat. Tak berhenti dengan revisi undang-undang, dirancang pula proses penyingkiran pegawai-pegawai KPK yang berintegritas melalui tes wawasan kebangsaan yang jelas merupakan rekayasa.

Rekayasa juga terjadi dalam pembuatan dan pengesahan UU Cipta Kerja (omnibus law) yang dilakukan secara kilat demi kepentingan para pemilik modal supaya mereka dengan gampang bisa memecat pekerjanya dan dengan gampang membuka lahan dan hutan meskipun menghancurkan lingkungan tanpa mendengarkan protes luas masyarakat.

Rekayasa pun kembali terjadi dalam legislasi UU Ibu Kota Negara yang tidak melalui proses dengar pendapat yang layak dari unsur masyarakat, juga tidak berdasar kajian akademik yang bisa dipercaya. Kini Kitab UU Hukum Pidana pun siap untuk segera disahkan, tanpa peduli dengan banyaknya masukan dan potensi nyata pelanggaran konstitusi.

Jika melihat lebih jauh ke belakang lagi, kita akan dihadapkan pada kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang direkayasa sehingga sampai sekarang belum ada satu pun yang terungkap. Mulai pelanggaran HAM 1965, kasus Tanjung Priok, hingga pembunuhan Munir atau hilangnya Wiji Thukul yang sampai sekarang tidak ada kejelasannya meskipun Presiden Jokowi dengan sangat jelas sudah menyatakan janjinya untuk menuntaskan kasus tersebut.

Bagaimana pula dengan rekayasa penunggak dan perampok uang BLBI yang bisa bebas dan tambah kaya setelah reformasi karena mereka boleh membayar hanya 10 persen atau bahkan kurang dari uang yang dilarikannya? Belum lagi rekayasa berbagai kasus korupsi yang hingga kini sengaja ditutupi. Tidak berlebihan rasanya jika dikatakan negeri ini dibangun di atas rekayasa demi rekayasa.

Kegembiraan dan rasa syukur dalam perayaan 77 tahun kemerdekaan Indonesia adalah pengingat bahwa harapan itu selalu ada. Harapan untuk merdeka tanpa rekayasa. Dirgahayu Indonesia! (*/tur)

*) OKKY MADASARI, Kandidat PhD National University of Singapore dan pengajar di Lasalle College of the Arts, Singapore

Laman sebelumnya 1 2

Related Articles

Back to top button