MUARA TEWEH, Kalteng.co-Persidangan hari kedua kasus dugaan money politic (politik uang) menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Barito Utara semakin menarik perhatian publik.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Muara Teweh pada Jumat (11/4/2025), salah seorang saksi kunci, Suparno, pemilik rumah yang menjadi lokasi penggerebekan, lantang menyebutkan nama-nama tokoh penting, termasuk dua mantan Kepala Dinas yang juga mantan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dua nama yang mencuat dalam kesaksian Suparno adalah Hajran dan Masdulhaq. Keduanya diketahui merupakan mantan pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Barito Utara. Hajran pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Sekretaris Dewan (Sekwan) Kabupaten Murung Raya, sementara Masdulhaq pernah menduduki posisi Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Barito Utara.
Pengakuan Mengejutkan Suparno: Diarahkan untuk Mengakui Uang Sebagai Miliknya
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Suparno mengungkapkan adanya komunikasi yang intensif dari Hajrannor pasca penggerebekan yang terjadi pada Jumat (14/3/2025).
“Saya dihubungi Pak Hajrannor (mantan Kadisperindag Barito Utara, Sekwan Murung Raya), supaya mengakui uang (Rp250 juta) yang ditemukan sebagai uang milik saya atau milik kantor. Pokoknya kamu bilang begitu, ” ungkap Suparno dengan tegas.
Pengakuan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar mengenai keterlibatan Hajran dan motif di balik permintaan tersebut. Apakah ada upaya untuk menutupi pihak yang sebenarnya bertanggung jawab atas uang yang diduga akan digunakan untuk praktik money politic?
Dicecar Pertanyaan Terkait Penggunaan Rumah Sebagai “Kantor”
Selama memberikan kesaksian, Suparno terus menerus dicecar pertanyaan oleh JPU dan majelis hakim terkait siapa sebenarnya yang menggunakan ruangan di rumahnya pada tanggal terjadinya penggerebekan. Rumah Suparno di Jalan Simpang Pramuka II, Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh, mendadak menjadi sorotan setelah penggerebekan yang menggemparkan tersebut.
Suparno tampil sebagai saksi di bagian akhir persidangan, setelah enam saksi lainnya memberikan keterangan. Keberanian dan kelantangannya dalam menyebut nama-nama penting membuat jalannya persidangan semakin menarik untuk disimak.
Kronologi Peminjaman Rumah dan Keterlibatan Mantan Pejabat
Suparno menjelaskan bahwa rumahnya dibeli dari seseorang bernama Dirhamsyah dan mulai digunakan sebagai kantor konsultan sejak Desember 2024. Ia menuturkan bahwa pada Rabu (12/3/2025), dirinya menerima telepon dari Hajrannor yang bermaksud meminjam salah satu ruangan untuk “acara rapat kecil-kecilan”.
Karena memiliki hubungan baik, Suparno mengabulkan permintaan tersebut. Pada Kamis (13/3/2025) sekitar pukul 09.00 WIB, empat orang pria datang ke rumahnya menggunakan mobil Brio untuk melakukan pengecekan.
Di sinilah Suparno secara eksplisit menyebutkan nama-nama mereka di hadapan hakim: HAJRANNOR, MASDULHAQ, Adi Muliadi, dan seorang pria yang tidak dikenalnya.
Setelah pertemuan tersebut, disepakati bahwa ruang dapur akan digunakan sebagai tempat “rapat kecil-kecilan”. Namun, Hajrannor sempat meminta agar Suparno meliburkan karyawannya pada Jumat (14/3/2025).
Tak hanya itu, Hajrannor juga meminta agar kunci pintu samping rumah dititipkan kepada Kiki, yang merupakan keponakannya. Permintaan ini pun disanggupi oleh Suparno. Ketika bertanya kepada Kiki mengenai tujuan rapat tersebut, ia hanya menjawab bahwa itu adalah urusan “Bos” (yang merujuk pada Hajrannor).
Suparno menegaskan bahwa peminjaman ruang dapur di rumahnya tidak dipungut biaya, meskipun rumah tersebut aktif digunakan sebagai kantor dari Senin hingga Sabtu.
Terkejut dengan Penggerebekan dan Pesan “Khusus” dari Hajrannor
Suparno baru mengetahui adanya penggerebekan di rumahnya setelah dihubungi oleh pihak kepolisian pada Jumat (14/3/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Sebelumnya, istrinya telah memberitahukan bahwa berita mengenai penggerebekan di rumah mereka telah viral di media sosial.
Saat kejadian, Suparno mengaku sedang berada di Desa Sei Rahayu untuk mengecek proyek, sementara istrinya berada di rumah mereka di Jalan Persemaian. Setelah menerima telepon dengan “pesan khusus” dari Hajrannor,
Suparno dengan tegas menolak permintaan tersebut. Ia bahkan berusaha menghubungi mantan pejabat tersebut kembali, namun nomor teleponnya sudah tidak aktif. Kabarnya, Hajrannor saat ini tidak berada di Barito Utara.
Suparno Bantah Uang di Rumahnya: “Saya Tidak Punya Uang Banyak”
Dalam keterangannya, Suparno juga memastikan bahwa dirinya tidak pernah menyimpan uang dalam jumlah besar di rumahnya, termasuk di bawah ambal (karpet) tempat uang Rp250 juta ditemukan.
Ia menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki uang sebanyak itu dan seluruh transaksinya tercatat di rekening bank yang bisa dicek kebenarannya.
“Saya sangat keberatan rumah saya akhirnya jadi begitu, ” ujar Suparno dengan nada kecewa menjawab pertanyaan hakim mengenai dampak penggerebekan terhadap rumahnya.
Sidang Lanjutan dan Nasib Para Terdakwa
Sidang perkara money politic dengan tiga terdakwa, Muhammad Al Gazali Rahman alias Deden (24), Tajjalli Rahman Barson alias Jali (43), dan Widiana Tri Wibowo alias Widi alias Diana alias Dede (22), berlangsung maraton dari pagi hingga malam hari.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Sugiannur, dengan hakim anggota M Riduansyah dan Denny Budi Kusuma.
Tim JPU menghadirkan sejumlah saksi untuk mengungkap fakta-fakta terkait dugaan pelanggaran pidana pemilihan ini. Sementara itu, ketiga terdakwa didampingi oleh tim Penasehat Hukum dari Law Firm Adv Roby Cahyadi dan Rekan.
Kesaksian Suparno yang menyebutkan nama-nama mantan pejabat penting ini tentu akan menjadi poin krusial dalam persidangan selanjutnya. Publik akan terus memantau perkembangan kasus ini untuk mengetahui siapa sebenarnya pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan praktik money politic menjelang PSU Barito Utara dan bagaimana implikasi hukumnya bagi para terdakwa serta pihak-pihak yang namanya disebut dalam persidangan. (pra)