Ekonomi Bisnis

Macet Pesanan, Pengusaha Aksesoris Jilbab Beralih ke Produksi Masker

Pandemi Covid-19 menyebabkan beberapa usaha mengalami penurunan produksi. Bahkan macet total. Salah satunya pembuatan aksesoris jilbab di Kota Palangka Raya. Lantaran tak ada orderan sama sekali, Nuryani memilih beralih memproduksi masker kain. Tak disangka di tengah kelangkaan masker kesehatan, peluang bisnis masker berbahan kain bisa menjadi alternatif usahanya yang sedang surut.


AZUBA, Palangka Raya

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

JARI jemarinya telihat sangat luwes ketika menggu­nakan mesin jahit. Gerakan kakinya senada dengan gerakan tangannya. Matanya fokus kepada jarum yang menusuk potongan kain. Tak sampai setengah jam, beberapa kain yang tadinya hanya kain tanpa bentuk, dijarinya berubah menjadi masker yang cantik.

Dengan modal mesin jahitnya tuanya, Nuryani yang tadinya memproduksi aksesoris jilbab home industry beralih ke pembuatan masker. Bukan karena ia bosan atau tak sanggup, tapi karena pandemi Covid-19 menyerang. Membuat aksesoris hijab yang diproduk­sinya tidak ada lagi yang mengorder.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

“Gegara pandemi mba, macet total, gak ada yang order aksesoris hijab sejak pandemi,” cerita Nuryani, ibu dari tiga anak ini kepada Kalteng Pos, Jumat (6/11).

Meski usaha pemesanan jilbab yang dirin­tisnya sejak 2016 sedang surut (terhenti) saat pandemi, ia tak mudah putus asa. Kebetulan ada mesin jahit yang nganggur di rumahnya dan masker kesehatan sulit ditemui saat itu, Nuryani akhirnya melihat peluang usaha ini, lalu segera pindah haluan. Dengan modal Rp300 ribu, ia membeli bahan-bahan membuat masker, seper­ti kain dan karet kiloan dari pulau Jawa. Setelah semua bahan terkumpul Nuryani akhirnya mulai bergerak menjahit masker.

“Kalau beli bahan-bahan di Palangka Raya harganya agak mahal. Jadi saya pesan online dari Jawa,” ungkap perempuan kelahiran Kebumen, 17 November 1979 lalu.

Untuk memasarkan masker tersebut, ia meng-up­load hasil produksinya ke FB , IG dan WA-nya. Kerja keras tak mengkhianati hasil, masker yang ia buat akhirnya ada yang mengorder. Ada satuan, ada pula yang order lusinan untuk dijual lagi.

“Alhamdulillah banyak yang merespons dan order saat itu. Harga satunya Rp10 ribu hingga Rp25 ribu,” beber Nuryani yang memiliki hobi berkreasi ini.

Dalam proses produksi, Nuryani mengaku tak kesulitan membuatnya. Sebab sejak usia 17 tahun, ia sudah bisa menjahit. Dalam sehari ia bisa membuat tiga lusin masker. Jika orderan semakin banyak dan ia tak sanggup menjahit sendiri, barulah meminta bantuan temennya untuk menjahitnya.

“Saya gak kesulitan. Cari ide sendiri aja cara bikin­nya. Kalau lihat di Youtube malah bingung saya,” ungkap perempuan lulusan SMK jurusan busana ini.

Berjalannya waktu, pemesanan masker semakin banyak. Kini, pemesan masker yang diproduksinya sudah merambah hingga ke luar Kota Palangka Raya, ada dari beberapa wilayah di Kabupaten Kotawar­ingin Timur, Kotawaringin Barat, Sidoarjo dan Riau.

Saat ditanya apa harapannya kepada pemerintah, ia menyebut, jika ada sumbangan dana dari pe­merintah untuk mengembangkan usahanya, ia tak menolak, supaya proses produksi pembuatan maskernya makin cepat, sehingga bisa memberikan kepuasan lebih lagi kepada pelanggannya kepada pelanggannya. (*)

Related Articles

Back to top button