DISKOMINFO KALTENGDiskominfosantikDISKOMINFOSANTIK KALTENGPEMPROV KALIMANTAN TENGAH

Risiko Banjir di Kalteng Capai Rp25,71 Triliun, BPBD Dorong Penguatan Kesiapsiagaan Daerah

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) masih menghadapi risiko tinggi terhadap bencana banjir. Berdasarkan hasil kajian terbaru, potensi kerugian ekonomi dan kerusakan fisik akibat banjir di perkirakan mencapai Rp25,71 triliun.

Hal tersebut di sampaikan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Provinsi Kalteng, Alpius Patanan, dalam rapat pembahasan cetak sawah terdampak banjir yang berlangsung di Kantor Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalteng, Selasa (7/10/2025).

Menurut Alpius, hasil Kajian Risiko Bencana (KRB) 2022–2026 menunjukkan bahwa karakter geografis Kalteng yang di dominasi dataran rendah dan di aliri banyak sungai besar menjadikan wilayah ini rentan terhadap genangan air dan banjir tahunan. “Banjir bukan lagi kejadian luar biasa di Kalteng, tetapi sudah menjadi ancaman tahunan yang nyata,” tegasnya.

Dari hasil kajian tersebut, sebanyak 99 kecamatan di kategorikan memiliki tingkat bahaya tinggi, sementara 37 kecamatan lainnya tergolong sedang. Beberapa daerah seperti Kabupaten Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, dan Kapuas tercatat sebagai wilayah dengan potensi terdampak paling besar.

Namun demikian, Alpius menilai kapasitas penanggulangan bencana di sebagian besar wilayah masih tergolong rendah. “Sekitar 90 persen kecamatan masih memiliki kapasitas terbatas dalam menghadapi bencana. Keterbatasan sarana, personel, serta perencanaan teknis masih menjadi tantangan utama,” ujarnya.

Kami Berharap Masyarakat Turut Berperan Aktif

Untuk itu, BPBD Provinsi Kalteng kini memfokuskan upaya pada peningkatan kapasitas daerah dan masyarakat, di antaranya melalui pelatihan penyusunan rencana kontinjensi, serta penguatan peran BPBD kabupaten/kota dalam merespons potensi bencana di wilayahnya masing-masing.

Alpius juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor, khususnya dengan dinas teknis seperti PUPR dan TPHP, agar arah pembangunan daerah lebih adaptif terhadap risiko banjir. “Jika perencanaan pembangunan tidak di selaraskan dengan potensi bencana, kita akan terus berkutat pada penanganan dampak, bukan pencegahan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa periode kritis banjir di Kalteng biasanya berlangsung antara Oktober hingga April, sehingga koordinasi antarinstansi dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci utama untuk meminimalkan risiko.

“Kami berharap masyarakat turut berperan aktif. Kesiapsiagaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi tanggung jawab bersama,” pungkas Alpius. (pra)

EDITOR: TOPAN

Related Articles

Back to top button