Dijelaskannya, selama ini adat dan budaya daerah yang dibawa oleh ormas tersebut dinilai telah bertentangan dengan adat budaya lokal seluruh masyarakat dayak yang ada di Kalteng. Bahkan, ormas tersebut juga tidak pernah melakukan koordinasi bersama pemerintah, tokoh adat, lembaga adat hingga masyarakat lokal.
“Tentunya kami sangat sesalkan hal itu. Adat budaya yang dibawa merek pun bukan adat Kalteng, salah satunya falsafah Huma Betang yang selalu kita gaungkan. Jadi tolong ini bentuk keprihatinan kami tentang keberadaan TBBR,” ucapnya.
Untuk itu, dirinya meminta kepada ormas TBBR, agar dapat membawa kembali segala adat dan budaya ke kampung halamannya, yakni di Kalimantan Barat (Kalbar) agar dapat mengembangkannya di sana saja.
“Kalian merupakan tamu kami. Begitu pun sebaliknya, jika di sana kami merupakan tamu kalian. Jadi silahkan tumbuh dan berkembang di Kalbar, kami tentu akan sangat mendukung,” jelasnya.
Di waktu yang sama, Plt. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kalteng, Katma F. Dirun mengatakan, jika ormas harus memiliki dua legalitas, yakni yang pertama ormas harus memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui kepengurusan Kesbangpol Provinsi.
“Lalu ormas juga harus memiliki legalitas akta notaris dari Kemenkumham. Namun demikian pemerintah baik, provinsi, kabupaten/kota, dalam kapasitas sebagai perwakilan pemerintah pusat, tetap melakukan pembinaan karena pada posisi sebagai pembina semua ormas,” jelasnya.
Kedepan, pihaknya akan lebih mengoptimalkan pembinaan kepada seluruh ormas yang ada di Kalteng. Dengan harapan kedepan tidak ada lagi konflik yang terjadi antar ormas di Kalteng.