METROPOLIS

Damang Gunung Purei Hentikan Tuntutan Adat Gunung Piyuyan

MUARA TEWEH – Damang Kepala Adat (DKA) Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara, Sahyuni menghentikan tuntutan denda adat yang dilakukan oleh oknum warga Desa Muara Mea kepada perusahaan HPH PT Indexim Utama, atas kasus permasalahan hutan sakral Gunung Piyuyan.

Menurut Sahyuni, tuntutan tersebut diduga ada motif pribadi, kelompok dan beberapa oknum tertentu. Tetapi bukan untuk keseluruhan masyarakat. Sebab bila menyangkut persoalan adat, tentu harus melalui musyawarah mufakat, dan selalu berkonsultasi dengan para tokoh adat serta para sesepuh yang di tuakan baik di desa maupun di kecamatan guna memberi petunjuk atau arahan supaya tidak melenceng dari tatanan aturan adat yang berlaku.

“Kalau adat-istiadat dari luar dibawa ke Kecamatan Gunung Purei secara tegas saya menolak. Sebab di sini sudah punya cara dan tatanan kehidupan adat istiadat. Saya menghentikan dan meniadakan acara ritual gomek dan bontang yang telah ditandai dengan penyerahan satu piring putih,” kata Sahyuni.

Ia menyampaikan, jika ada permasalahan tuntutan seperti minta pencairan dana yang mengatasnamakan ritual gomek dan buntang tanpa sepengetahuan dirinya dikemudian hari, jelas itu bukan tanggung jawabnya. Sebab tuntutan itu harus melewati musyawarah mufakat bersama, yang menjadi tanggung jawab terhadap adat istiadat di Gunung Purei.

“Penghentian ini sesuai kapasitas saya selaku penanggung jawab penegakan hukum adat istiadat yang menjalankan peradilan adat di Kecamatan Gunung Purei. Saya tidak mau, ada acara demi acara, penyelesaian demi penyelesaian yang memiliki buntut konflik berkepanjangan ke belakang,” ucapnya.

Menurut Sahyuni, acara ritual pelepasan pali kain kuning hanya cukup dengan satu ekor ayam jenis ayam urit merah yang tidak dibunuh dan hanya diperlihatkan kepada roh leluhur, yang menyatakan warga dan perusahaan bersepakat menyampaikan permohonan maaf dan berdamai.

“Namun dari pihak oknum masyarakat atau penggugat tetap mengajukan rincian biaya selamatan belian secara diam-diam kepada perusahaan. Tanpa koordinasi dan tidak meminta petunjuk saya,” katanya.

Sabtu (26/9) lalu, tambah dia, tiba-tiba oknum itu mengadakan balian selamatan tanpa melibatkan damang. Padahal pihaknya berdomisili di Desa Muara Mea. Selain itu oknum tersebut tidak mau membuka portal kain kuning ke Gunung Piyuyan, apabila perusahaan tidak membayar Rp28 juta untuk selamatan balian. Setelah uang Rp28 jutadiserahkan, uang ini dibagi-bagikan ke warga. Berupa satu piring dan uang Rp100 ribu/KK. Sebagian sebagai upah mereka melepas portal itu.

“Saya menutup kegiatan ritual gomek dan buntang, karena sudah cukup diselesaikan dengan acara selamatan balian dan bagi-bagi piring putih dan uang Rp100 ribu per KK,” tegasnya, yang juga tokoh balian wara ini.

Ia pun mengklarifikasi terkait pemberitaan salah satu media sosial yang menyatakan permasalahan kasus Gunung Piyuyan telah ditangan Damang. “Penyerahan yang ada hanya dari pihak perusahaan. Padahal permasalahan pokok utama berasal dari enam orang dari Desa Muara Mea yang sampai sekarang tidak mau menemui saya, bukan dengan orang lain atau dari daerah lain,” pungkasnya. (kom/her/b5/aza)

Related Articles

Back to top button