BeritaHukum Dan KriminalNASIONAL

Aktivis Muda Irfan Gedor KPK: Bongkar Dugaan Suap Berjamaah Pemilihan DPD RI dan MPR, Seret 95 Senator!

KALTENG.CO-Komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia kembali diuji. Aktivis muda Muhammad Fithrat Irfan, didampingi kuasa hukumnya Aziz Yanuar, baru-baru ini mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membawa misi penting: menindaklanjuti laporan dugaan suap yang menghebohkan dalam proses pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD. Kabarnya, kasus ini disebut-sebut melibatkan 95 senator terhormat.

Kedatangan Irfan dan Aziz Yanuar ke markas KPK bukan tanpa alasan. Mereka menindaklanjuti surat balasan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait laporan awal mereka. Namun, alih-alih mendapatkan kejelasan, proses yang mereka alami justru menuai kekecewaan dan kritik tajam.

Birokrasi Berbelit di Balik Dinding KPK: Slogan Kosong Pemberantasan Korupsi?

Aziz Yanuar mengungkapkan bahwa Dewas KPK awalnya menyarankan Irfan untuk berkoordinasi langsung dengan Deputi Bidang Informasi dan Data guna mengetahui perkembangan laporan. Harapan untuk mendapatkan informasi progres yang cepat dan transparan pupus di tengah jalan.

“Namun, setelah kami menunggu selama lebih dari tiga jam, kami malah diarahkan kembali ke bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas). Ini menunjukkan betapa rumit dan berbelitnya birokrasi di lembaga ini,” ujar Aziz dengan nada kecewa.

Menurut Aziz, laporan dugaan suap ini sudah berada di tangan pimpinan KPK dan tinggal menunggu tindak lanjut. Ketidakjelasan proses ini membuat Aziz geram, dan ia mengkritik ketidaksesuaian antara semangat pemberantasan korupsi yang selalu digaungkan KPK dengan kenyataan di lapangan.

“Jika masyarakat diminta ikut berkontribusi, tapi saat melapor justru dipingpong dan tidak ada kejelasan. Ini hanya menjadi slogan kosong,” tegas Aziz, menyoroti frustrasi yang dirasakan pelapor.

Menagih Komitmen Presiden Prabowo: Anak Muda Bergerak Lawan Korupsi!

Muhammad Fithrat Irfan, sebagai representasi suara anak muda, turut menyinggung pidato Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni lalu. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya dukungan anak muda dalam pemberantasan korupsi tanpa memandang afiliasi politik, keluarga, atau suku.

“Pak Prabowo bilang tidak melihat partai, keluarga, atau suku. Hari ini saya menagih komitmen itu. Saya datang sebagai anak muda yang berjuang atas nama rakyat,” ucap Irfan dengan lantang di depan Gedung KPK.

Irfan tidak datang dengan tangan kosong. Ia menyebutkan adanya saksi baru yang siap memberikan keterangan, termasuk seorang staf ahli dari daerah yang diduga mengetahui langsung praktik suap tersebut. Kehadiran saksi baru ini tentu akan memberikan bobot lebih pada laporannya.

Membongkar Skema ‘Operasi Politik Uang Besar-besaran’ di DPD dan MPR

Secara detail, Irfan menjelaskan bahwa skema dugaan suap dalam pemilihan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD berbeda dengan praktik money politics dalam pemilihan pimpinan DPD. Kasus ini, menurutnya, adalah “operasi politik uang besar-besaran.”

“Ada koper berisi ribuan dolar Singapura untuk memenangkan salah satu kandidat,” ungkap Irfan, memberikan gambaran mengerikan tentang praktik kotor yang diduga terjadi.

Lebih lanjut, Irfan merinci dugaan aliran dana dalam pemilihan Wakil Ketua MPR. Diduga terdapat aliran dana USD 8.000 dan SGD 10.000 ke masing-masing dari 95 senator yang terlibat. Tak hanya itu, dana fantastis sebesar SGD 100.000 (sekitar Rp 1 miliar) disebut diberikan kepada kandidat yang memiliki suara kuat di putaran pertama sebagai imbal balik dukungan pada putaran kedua. Angka-angka ini tentu sangat mencengangkan dan jika terbukti benar, akan menjadi pukulan telak bagi integritas lembaga legislatif.

Ancaman Pembukaan Bukti ke Publik: Desakan untuk Tindakan Tegas KPK

Dengan semangat juang yang tinggi, Irfan meminta KPK dan pemerintah untuk segera bertindak tegas terhadap laporan ini. Ia bahkan memberikan ultimatum: jika tidak ada langkah konkret dari lembaga antirasuah, ia akan membuka seluruh bukti ke publik.

“Pak Presiden harus mulai dari rumah sendiri. Kalau tidak ada tindakan, saya akan buka semuanya. Saya tidak takut dengan ancaman. Saya berjuang demi rakyat,” tegas Irfan, menunjukkan keberaniannya dalam menghadapi kemungkinan tekanan.

Irfan menilai bahwa praktik korupsi yang dilakukan pejabat tinggi negara berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, termasuk meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sulitnya anak muda mendapatkan pekerjaan. “Saya tidak membawa kepentingan politik. Ini murni panggilan nurani sebagai anak bangsa,” tutup Irfan, menegaskan motivasi murninya dalam perjuangan ini.

Publik kini menanti respons konkret dari KPK dan pemerintah terkait laporan Muhammad Fithrat Irfan. Akankah ini menjadi momentum bagi KPK untuk membuktikan komitmennya dalam memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, atau justru menjadi bukti lain dari birokrasi yang berbelit dan slogan kosong? Waktu yang akan menjawab. (*/tur)

Related Articles

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co
Back to top button