BeritaKAWAT DUNIAPOLITIKA

Jurnalis Palestina Saleh Aljafarawi Tewas Ditembak di Gaza, Ironi Tragis Usai Gencatan Senjata

KALTENG.CO-Kabar duka kembali menyelimuti Jalur Gaza. Ironi tragis mewarnai pengumuman gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas ketika Saleh Aljafarawi, jurnalis dan kreator konten Palestina yang liputannya menjadi suara warga sipil di tengah konflik, tewas ditembak saat bertugas.

Kejadian ini hanya berselang beberapa hari setelah kesepakatan damai sementara diumumkan, menegaskan kerapuhan situasi keamanan di wilayah padat penduduk tersebut.

Kematian Aljafarawi (28) menambah panjang daftar pekerja media yang menjadi korban di Gaza, mengubah konflik ini menjadi palagan paling mematikan bagi jurnalis dalam sejarah modern.

Insiden Penembakan di Tengah Ketegangan Lokal

Dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (15/10/2025), Saleh Aljafarawi ditembak oleh anggota “milisi bersenjata” yang diduga memiliki keterkaitan dengan Israel. Insiden memilukan itu terjadi di lingkungan Sabra, sebuah kawasan padat di Kota Gaza yang belakangan menjadi titik bentrokan antara kelompok bersenjata dan pasukan keamanan lokal.

Jurnalis muda tersebut dilaporkan hilang sejak Minggu (12/10/2025) pagi sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa beberapa jam kemudian. Lembaga verifikasi Sanad milik Al Jazeera telah memastikan keaslian rekaman video yang beredar di media sosial, memperlihatkan tubuh Aljafarawi yang masih mengenakan rompi bertanda “press” di bagian belakang sebuah truk.

Siapa Dalang di Balik Penembakan?

Sumber-sumber Palestina mengaitkan bentrokan di Sabra dengan konfrontasi antara pasukan keamanan Hamas dan kelompok bersenjata dari klan Doghmush. Namun, hingga artikel ini ditulis, otoritas lokal belum memberikan konfirmasi resmi mengenai identitas pihak yang bertanggung jawab atas penembakan jurnalis tersebut.

Namun, pernyataan dari pejabat senior di Kementerian Dalam Negeri Gaza memberikan perspektif yang berbeda. Ia mengatakan kepada Al Jazeera Arabic bahwa bentrokan itu melibatkan “milisi bersenjata yang berafiliasi dengan pendudukan [Israel].”

Pejabat tersebut menambahkan, pasukan keamanan Hamas telah mengepung kelompok itu setelah muncul laporan bahwa mereka menembaki warga pengungsi yang tengah kembali dari Gaza bagian selatan ke Kota Gaza.

“Situasi keamanan di Gaza masih sangat rapuh meskipun gencatan senjata telah berlaku,” ujar pejabat itu. Pernyataan ini menjadi peringatan keras: meskipun pertempuran skala besar telah mereda, ketegangan di tingkat lokal tetap tinggi dan berpotensi menjadi pemicu kekerasan baru yang mengancam nyawa warga sipil, termasuk para jurnalis.

Suara yang Dibungkam: Kisah Perjuangan Aljafarawi

Kisah pribadi Saleh Aljafarawi mencerminkan gambaran nyata tentang kehidupan warga sipil yang terus dibayangi ketakutan dan kehilangan di Gaza. Sebagai seorang jurnalis, ia bukan hanya pelapor tetapi juga penyintas dan pengungsi dari Gaza utara.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada Januari lalu, Aljafarawi berbagi trauma yang mendalam:

“Semua peristiwa yang saya alami selama 467 hari ini tidak akan pernah terhapus dari ingatan. Semua yang kami hadapi, kami tidak akan bisa melupakannya.”

Aktivitas jurnalistiknya yang berfokus pada penderitaan warga sipil Gaza membuatnya sering menerima ancaman langsung dari Israel. Ia mengungkapkan hidupnya penuh ketakutan: “Sejujurnya, saya hidup dalam ketakutan setiap detik, terutama setelah mendengar apa yang dikatakan pendudukan Israel tentang saya. Saya hidup dari detik ke detik, tanpa tahu apa yang akan terjadi berikutnya.”

Kematian Aljafarawi menambah daftar kelam lebih dari 270 pekerja media yang dilaporkan tewas di Gaza sejak perang Israel–Hamas meletus pada Oktober 2023.

Tragedi di Tengah Upaya Diplomatik Global

Tragedi penembakan jurnalis ini terjadi di tengah gelombang upaya diplomatik global yang bertujuan mengakhiri perang secara permanen. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dijadwalkan menghadiri Gaza Summit di Sharm el-Sheikh, Mesir, bersama sejumlah pemimpin dunia.

Pertemuan puncak ini, menurut Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, bertujuan “mengakhiri perang di Jalur Gaza, memperkuat upaya perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah, serta membuka era baru keamanan kawasan.”

Ironisnya, pertemuan bersejarah ini digelar tanpa kehadiran perwakilan utama konflik, yaitu Israel maupun Hamas.

Kematian Aljafarawi hanya beberapa hari setelah gencatan senjata diumumkan menjadi pengingat yang menyakitkan: jalan menuju perdamaian sejati di Gaza masih panjang, berdarah, dan penuh dengan bahaya yang mengintai setiap detiknya. (*/tur)

Related Articles

Back to top button