BeritaNASIONALPENDIDIKAN

Pentingnya Soft Skills bagi Siswa di Era Globalisasi dan Digitalisasi: Refleksi Hardiknas dari Cucu Ki Hadjar Dewantara

KALTENG.CO-Pakar pendidikan, Antarina SF Amir, menekankan pentingnya soft skills atau life skills bagi siswa di era globalisasi dan digitalisasi. Ini meliputi kemampuan berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, kreativitas, dan pemecahan masalah.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Di tengah pesatnya arus globalisasi dan digitalisasi, penguasaan soft skills atau life skills menjadi semakin krusial bagi para siswa. Kemampuan-kemampuan seperti berpikir kritis, komunikasi efektif, kolaborasi yang solid, kreativitas tanpa batas, hingga keahlian memecahkan masalah kompleks, adalah bekal utama untuk menavigasi tantangan masa depan yang dinamis.

Antarina SF Amir, seorang pakar pendidikan sekaligus cucu dari Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, menjadikan Hari Pendidikan Nasional sebagai momentum penting untuk merefleksikan arah pendidikan di Indonesia. Menurutnya, penekanan pada soft skills atau life skills tidak bisa lagi diabaikan.

Delapan Pilar Life Skills Fundamental untuk Siswa

Dalam bukunya yang berjudul ‘Life Skills for All Learners: How to Teach, Assess, and Report Education’s New Essential’, Antarina menguraikan delapan pilar penting life skills yang perlu ditanamkan melalui proses pembelajaran sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga pendidikan dasar menengah (SD, SMP, dan SMA). Kedelapan fundamental tersebut meliputi:

  1. Meta Level Reflection: Kemampuan untuk merefleksikan diri dan proses belajar.
  2. Expert Thinking: Kemampuan berpikir layaknya seorang ahli dalam menganalisis dan memecahkan masalah.
  3. Creativity and Innovation: Kemampuan menghasilkan ide-ide baru dan solusi inovatif.
  4. Adaptability and Agility: Kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan bersikap fleksibel.
  5. Audience Centered Communication: Kemampuan berkomunikasi secara efektif sesuai dengan audiens.
  6. Synergistic Collaboration: Kemampuan bekerja sama secara sinergis dalam tim.
  7. Emphatic Social Skills: Kemampuan memahami dan berempati terhadap orang lain dalam interaksi sosial.
  8. Ethical Leadership: Kemampuan memimpin dengan etika dan integritas.

“Fondasi pendidikan yang kokoh harus diletakkan sejak usia dini hingga sekolah menengah atas. Ini mencakup pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, berkomunikasi, serta berkolaborasi,” tegas Antarina, yang pernah memaparkan karyanya di berbagai konferensi pendidikan internasional.

Tantangan Generasi Z: Literasi Digital dan Soft Skills

Antarina menyoroti bahwa delapan keterampilan ini menjadi landasan penting bagi siswa untuk belajar mandiri, berkolaborasi secara efektif, serta mengolah informasi dari berbagai sumber. Terutama bagi Generasi Z yang tumbuh sebagai digital native, penguasaan teknologi saja tidak cukup.

“Namun, minimnya kemampuan Meta Level Reflection dan Expert Thinking dapat menghambat literasi digital mereka yang sebenarnya,” jelasnya.

Tanpa kemampuan refleksi diri dan berpikir ahli yang kuat, Gen Z berpotensi menjadi konsumen teknologi yang pasif, rentan terhadap disinformasi (hoax), dan kurang mampu memanfaatkan teknologi untuk inovasi dan pemecahan masalah yang lebih mendalam.

Pendidikan Harus Fokus pada Keterampilan Relevan Masa Depan

Antarina menekankan bahwa arah pendidikan saat ini harus bergeser fokus pada pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia yang terus berubah.

Keterampilan hidup bukan hanya tentang kemampuan teknis, tetapi juga mencakup soft skills yang sangat penting dalam interaksi sosial,” ujarnya.

“Kita perlu membekali siswa dengan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi tantangan yang terus berubah,” pungkasnya. (*/tur)

Related Articles

Back to top button