PT Indexim Utama Sudah Gelar Ritual Adat di Blok Tebangan RKT 2020

MUARA TEWEH, kalteng.co – Konflik masyarakat dengan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) terjadi di Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei, Barito Utara. Sejumlah warga bersikukuh areal tebangan PT Indexim Utama masuk ke zona hutan sakral Gunung Peyuyan. Sebaliknya, perusahaan menyatakan lokasi RKT Tahun 2020 tidak masuk wilayah zona sakral.
Wakil General Manager PT Indexim Utama, H Supri Muyono meluruskan kabar yang beredar di tengah masyarakat. Diutarakannya, PT Indexim Utama sudah beroperasi sejak tahun 1975 dan berdampingan langsung dengan beberapa desa di Kecamatan Gunung Purei termasuk Desa Muara Mea.
“Kami sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan patuh terhadap kebiasaan ritual agama Hindu Kaharingan di daerah setempat,” ungkapnya, Rabu (22/7). Buktinya, sebelum menebang pada Maret 2020, PT Indexim Utama melaksanakan ritual yang dihadiri Demang Kepala Adat Gunung Purei Sahayun, Kepala Adat Muara Mea Panih, Kepala BPD Muara Mea sekaligus Ketua Resort Agama Hindu Kaharingan Muara Mea Darmansyah dan tokoh masyarakat lainnya.
Ketika itu, kegiatan ritual di Blok Tebangan juga dibuat berita acara yang diteken Kades Muara Mea Jaya Pura, Kepala Adat Panih dan Ketua Upacara Rinum. Hal itu, terang Supri, sebagai wujud pengakuan masyarakat Desa Muara Mea terhadap hak memanen kayu di Blok Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2020 sesuai aturan adat yang dimiliki warga setempat.
Setelah itu, jelas Supri, pihaknya memberikan sosialisasi program pembinaan masyarakat desa hutan, supaya masyarakat mengetahui lokasi penebangan dan pembukaan jalan menuju Blok RKT.
“Sejak awal kami menghormati adat istiadat dan ritual Hindu Kaharingan. Kami menganggap lokasi sudah clean and clear baik dari aturan pemerintah yakni Kementerian Kehutanan maupun aturan adat,,” ucapnya. Diutarakan Supri, perangkat desa dan perangkat agama Hindu Kaharingan bersama masyarakat turut meyaksikan areal tebangan. Hasilnya, tidak ditemukan tanda-tanda, rambu-rambu ataupun ciri-ciri yang menunjukkan bahwa daerah tersebut adalah hutan sakral Gunung Peyuyan.
Lebih lanjut, Supri menyampaikan, cek lapangan bersama unsur Tripika Gunung Purei dan perangkat adat juga sudah sama-sama dilakukan. Perlu diketahui, imbuh dia, tahun 2006 pihaknya telah menyelesaikan masalah Gunung Peyuyan dan Gunung Panyentaeu. Tapi lokasinya di areal PT Sindo Lumber yang masih satu group dengan Indexim. Kala itu, Tim Setda Pemprov Kalteng turun pengecekan data.
“Kami tetap menjunjung tinggi adat istiadat dan siap mengadakan musyawarah untuk mufakat, demi terjalinnya hubungan silaturahmi yang baik dengan masyarakat dan umat Hindu Kaharingan,” tutup Supri. (cah)