BeritaNASIONALPENDIDIKANSOSOK

Dipelopori Pemuda Alabio di Amuntai, Muhammadiyah Menyebar hingga Puruk Cahu dan Sampit

Kaum Tua vs Kaum Muda

https://kalteng.co

Usman Amin lahir di Sungai Tabukan, Alabio. Berdagang mebel jati, ia bermukim di Lawang Agung, Jawa Timur.

https://kalteng.cohttps://kalteng.co

Di Surabaya, ia mendirikan Persatuan Putera Borneo. Usman menjalin hubungan yang baik dengan pemimpin-pemimpin di Jawa.

Sebut saja KH Mansur, KH Fakih, Agus Salim, Sangaji, Wondoamiseno, Ahmad Syurkati, Umar Hubas, Ir M Noer dan Dr Soetomo.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Di tengah kesibukannya berdagang, Usman rajin menambah ilmu agama. Ke rumahnya ia mendatangkan seorang guru, Ahmad Ghanaim, ulama asal Arab.

Sementara di kampung halamannya, ia mendengar tentang pergolakan hebat antara kaum dan kaum tua.

Lewat surat, Usman meminta Japeri untuk berkunjung melihat-lihat keadaan di Jawa.

Usman lah yang menjadi penghubung antara pengurus pusat Muhammadiyah dengan pengurus yang baru tumbuh di Borneo.

Pada Agustus 1925, seorang guru dikirimkan ke Alabio dari Jogja. Namanya Ridwan. Datang bersama istrinya Saringatun, anaknya Untari dan pesuruhnya Abdullah.

Ada cerita lucu di sini. Dahulu orang Jawa takut dengan Borneo. Stigmanya, orang sini bisa makan orang. Kanibal. Usman lah yang meluruskan cerita miring tersebut.

Februari 1926, sekolah Muhammadiyah berdiri di Alabio. Jumlah muridnya 350 anak. Menempati lima rumah dermawan.

Pusat kegiatannya berada di rumah Saman. Di sana pula Ridwan sekeluarga tinggal.

Pada malam hari, diterangi lampu pompa, digelar kelas malam. Khusus bagi orang-orang dewasa yang ingin belajar membaca dan menulis.

Dalam nada setengah berguyon, kelas malam itu disebut ‘Menyesal School’. (*/tur)

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Related Articles

Back to top button