Utama

Melihat Sidang Perdana Kasus Dugaan Tipikor Pembangunan Sumur Bor

Sidang tindak pidana korupsi pembangunan sumur bor tahun 2018 di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng digelar secara konvensional. Sidang itu pun tampak istimewa, karena Kajari Palangka Raya Zet Tadung Allo turut hadir dan duduk di meja jaksa penuntut umum (JPU).

AGUS JAYA, Palangka Raya

SIDANG sejatinya terjadwal pukul 09.00 WIB. Namun, tak disangka dipercepat pelaksanaannya. Dimulai sekitar pukul 08.05 WIB.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, kemarin (16/7), menempatkan Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Kalteng Arianto dan Muhammad Seman selaku konsultan pengawas.

Sidang perdana yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Irfanul Hakim dibantu hakim anggota Annuar Sakti Siregar dan Dedi Roswandi ini, dihadiri langsung Kajari Palangka Raya Zet Tadung Allo yang bergabung dalam tim jaksa penuntut umum (JPU).

Kehadirannya itu membuktikan ucapannya beberapa waktu sebelumnya, bahwa Kejari Palangka Raya benar-benar serius menangani kasus perkara korupsi ini.

Sementara itu, di seberangnya duduk pengacara senior Rahmadi G Lentam selaku penasihat hukum terdakwa Arianto, yang saat proyek sumur bor dilaksanakan menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen. Sidang kemarin itu juga dihadiri tim monitoring dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau jalannya sidang.

Dalam dakwaan setebal 130 halaman, tim JPU mendakwa Arianto dengan tuduhan primair melakukan perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut.

Arianto ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen II oleh kuasa pengguna anggaran yang pada saat itu dijabat oleh Fahrizal Fitri berdasarkan Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Tugas Pembantuan Nomor: 660/005/TP-PG/Satker-DLH/2018 02 Mei 2018 tentang Penetapan Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Tugas Pembantuan Restorasi Gambut Provinsi Kalteng Anggaran 2018.

Arianto diserahkan tanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek pembangunan sumur bor dan peralatan kelengkapannya, baik yang dilakukan secara swakelola oleh Masyarakat Peduli Api (MPA) maupun secara kontraktual yaitu lewat PT Kalangkap.

Kemudian diketahui bahwa proyek pembangunan sumur bor secara swakelola tersebut atas sepengetahuan Arianto diserahkan kepada pihak ketiga yang tidak berhak untuk melaksanakannya.

Bahwa berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian negara nomor: SR-1096/PW15/5/2020 tanggal 19 Mei 2020 dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalteng, perbuatan Arianto tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1.397.355.190.

Selain itu, terdakwa Arianto dituduh telah melakukan pencairan pembayaran terhadap pekerjaan pengawasan yang dilakukan oleh Muhammad Saiman selaku konsultan pengawas proyek pengerjaan sumur bor yang dilakukan oleh PT Kalangkap. Atas perbutannya tersebut, negara dirugikan sebesar Rp87.754.544.

Karena itu JPU mendakwa Arianto dengan ancaman pidana Pasal 2 ayat (1)  juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan serta ancaman subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Usai mendengar pembacaan dakwaan oleh JPU, Rahmadi G Lentam selaku penasihat hukum Arianto menyatakan akan melakukan eksepsi terhadap isi dakwaan itu.

“Kami akan melakukan eksepsi, yang mulia,” ucap Rahmadi di hadapan Ketua Majelis Hakim Irfanul Hakim.

Sidang kasus ini akan dilanjutkan pekan depan, tepatnya Kamis (23/7), dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.

Setelah berakhirnya sidang yang mendudukkan Arianto sebagai terdakwa, dilanjutkan sidang kasus yang sama dengan menempatkan Muhammad Seman sebagai terdakwa.

Jika Arianto didampingi oleh penasihat hukum, Seman justru sama sekali tidak didampingi.

Saat ditanyai oleh hakim, Seman mengatakan bahwa dirinya tak ingin didampingi penasihat hukum karena ia ingin menghadapi kasus ini sendirian.

Hakim pun memutuskan agar Seman didampingi oleh pengacara hasil penunjukan dari Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

“Karena ancaman hukuman Bapak di atas lima tahun, jadi berdasarkan aturan undang-undang, wajib didampingi oleh penasihat hukum,” kata hakim Alfon selaku ketua hakim.

Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa mantan direktur PT Planternal Jasaperananta ini telah merugikan negara sebesar Rp87.754.544.

Muhammad Seman terlibat kasus ini karena membuat laporan fiktif seolah-olah telah melakukan pekerjaan pengawasan terhadap pembangunan proyek sumur bor yang seharusnya diawasi oleh pihaknya.

Atas perbuatannya itu, ia telah memperoleh keuntungan pribadi senilai Rp13.396.818, dan Arianto sebesar Rp20.000.000.

Selain itu, dalam dakwaan disebutkan juga beberapa nama yang mendapat pembagian dari pencairan dana Rp87.754.554 itu.

Sidang kasus sumur bor dengan terdakwa M Seman akan dilanjutkan dua pekan mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Terpisah, Kajari Palangka Raya Zet Tadung Allo yang ditemui usai siding itu mengatakan, terkait kasus korupsi proyek pembangunan sumur bor ini, beberapa saksi penting akan dihadirkan oleh JPU.

Sementara, Rahmadi G Lentam yang diminta pendapat terkait jalannya sidang perdana kasus kliennya ini, mengatakan bahwa sejauh ini masih berjalan normal.

Ketika ditanya perihal pengajuan eksepsi untuk sidang selanjutnya, Rahmadi menuturkan bahwa hal tersebut normatif dilakukan dalam sebuah persidangan.

“Agar lebih jelas saja dakwaan itu, karena kami melihat ada sesuatu yang mengharuskan kami buat eksepsi, ya kami minta eksepsi,” ujarnya.

Untuk diketahui, kedua terdakwa kasus ini dikenakan pengalihan menjadi tahanan kota sejak 24 April 2020. (ce/ram)

https://kalteng.co

Related Articles

Back to top button