Mengapa Dia Selalu Baper? Pahami 5 Ciri Utama Orang yang Sensitif Berlebihan
KALTENG.CO-Mengelola hubungan, baik pertemanan, asmara, maupun profesional, seringkali menjadi tantangan tersendiri. Namun, tantangan itu berlipat ganda ketika Anda berhadapan dengan seseorang yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi, atau yang umum kita sebut “mudah baper” (terbawa perasaan).
Bagi sebagian orang, bersikap ekstra hati-hati dalam berinteraksi mungkin terasa melelahkan. Pasalnya, setiap perkataan—bahkan yang tidak bermaksud buruk—dapat dengan mudah disalahartikan dan memicu kesalahpahaman. Memahami bahwa mereka tidak selalu sengaja bereaksi berlebihan adalah kunci untuk membangun komunikasi yang lebih baik.
Lantas, bagaimana cara mengenali seseorang yang mudah baper? Dilansir dari berbagai sumber psikologi, termasuk ulasan dari Business Insider, berikut adalah beberapa ciri khas yang menandakan seseorang cenderung sangat sensitif dan mudah tersinggung:
1. Reaksi Berlebihan terhadap Kritik
Ini adalah ciri yang paling kentara. Orang yang mudah baper cenderung melihat kritik, bahkan yang bersifat konstruktif, sebagai serangan pribadi terhadap karakter atau kemampuan mereka secara keseluruhan.
- Bukan melihat kritik sebagai masukan: Alih-alih mengevaluasi substansi kritik untuk perbaikan, mereka akan langsung merasa diserang dan tertekan.
- Cepat defensif: Reaksi pertama mereka biasanya adalah membela diri dengan emosi, atau bahkan balik menyerang si pengkritik, karena merasa integritas mereka direndahkan.
2. Sering Mengambil Hal-hal Kecil ke Hati
Sifat mudah baper bersumber dari kecenderungan untuk mempersonalisasi setiap situasi. Mereka percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di sekitar mereka—terutama yang negatif—memiliki kaitan langsung dengan diri mereka.
- Mudah berasumsi negatif: Jika Anda terlihat murung, mereka mungkin langsung berpikir, “Dia pasti marah padaku” atau “Aku pasti telah melakukan kesalahan.”
- Terlalu fokus pada ekspresi non-verbal: Perubahan kecil pada nada suara, ekspresi wajah yang datar, atau pesan teks singkat tanpa emotikon dapat dianggap sebagai sinyal penolakan atau ketidakpuasan.
3. Sulit Melupakan Kesalahan atau Konflik
Orang yang sangat sensitif kesulitan untuk “melepaskan” perasaan tidak nyaman. Sebuah konflik kecil yang bagi orang lain sudah selesai, bisa terus mereka pikirkan dan rasakan selama berhari-hari.
- Perasaan dendam yang panjang: Mereka sulit memaafkan dan melupakan, bukan karena mereka jahat, tetapi karena rasa sakit akibat insiden tersebut terasa sangat mendalam bagi mereka.
- Terjebak dalam overthinking: Mereka akan terus memutar ulang percakapan atau insiden di kepala, mencari makna tersembunyi, dan menguatkan asumsi bahwa mereka telah diperlakukan tidak adil.
4. Kebutuhan yang Tinggi akan Validasi dan Perhatian
Tingkat sensitivitas yang tinggi seringkali berakar pada harga diri (self-esteem) yang rapuh. Akibatnya, mereka sangat bergantung pada pengakuan dan pujian dari orang lain untuk merasa aman dan berharga.
- Mengharapkan Pujian Balik: Setelah melakukan kebaikan, mereka cenderung mengharapkan pengakuan atau imbalan emosional. Jika tidak mendapatkannya, mereka bisa merasa diabaikan atau tidak dihargai.
- Merasa tersisih saat diabaikan: Dalam sebuah kelompok, jika perhatian tertuju pada orang lain, mereka dapat merasa cemburu atau langsung berasumsi bahwa mereka sengaja dikesampingkan.
5. Memiliki Empati yang Sangat Kuat
Ironisnya, sensitivitas berlebihan seringkali berkorelasi dengan tingkat empati yang tinggi. Mereka tidak hanya merasakan emosi mereka sendiri secara intens, tetapi juga menyerap dan merasakan emosi orang-orang di sekitarnya.
- “Menyerap” Suasana Hati: Mereka bisa sangat terpengaruh oleh suasana hati negatif di dalam ruangan. Jika rekan kerja sedang stres, mereka pun ikut merasa cemas atau sedih, meskipun masalahnya bukan milik mereka.
- Respons Cepat terhadap Penderitaan: Mereka adalah orang pertama yang menawarkan bantuan atau dukungan emosional ketika melihat orang lain menderita.
Kiat Berkomunikasi dengan Si Baper
Mengenali ciri-ciri ini adalah langkah awal. Untuk berinteraksi secara efektif tanpa memicu emosi, Anda dapat mencoba kiat berikut:
- Gunakan Bahasa “Saya” (I-Statements): Alih-alih berkata, “Kamu selalu sensitif,” katakan, “Saya merasa sedih ketika Anda menanggapi hal itu dengan begitu emosional.” Ini memfokuskan pembicaraan pada perasaan Anda, bukan menyalahkan mereka.
- Berikan Umpan Balik Secara Tertulis: Jika kritik atau masukan harus disampaikan, melakukannya melalui email dapat memberi mereka waktu untuk memproses informasi tanpa langsung bereaksi emosional.
- Hargai Perasaan Mereka: Meskipun Anda menganggap reaksinya berlebihan, validasi perasaannya dengan berkata, “Saya mengerti Anda merasa sakit hati/marah,” sebelum mencoba menjelaskan perspektif Anda.
Dengan pemahaman dan kesabaran yang tepat, Anda dapat menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan mereka yang hatinya memang sedikit lebih rapuh. (*/tur)




